Tidak seorangpun manusia bisa menjalani hidup sendiri. Sudah menjadi suatu hukum alam bahwa sejak memulai kehidupan sampai dengan menutup mata seseorang tidak akan bisa hidup tanpa bantuan orang lain. Hal ini menuntut adanya interaksi antar manusia, karena faktanya kita memang butuh orang lain, terutama orang-orang yang berada disekitar kita. Dan berbagai hal kecil sampai hal besar yang mereka lakukan pada kita selama ini pastinya akan memberi arti, ada value yang terselip disana meski tidak selalu dapat disadari secara langsung, barangkali value itu terlihat ketika kita telah berada dalam dimensi waktu yang berbeda, it’s okay. Dan dari semua yang berarti, ada yang paling berarti yang bisa ku lihat sampai pada detik ini, thats why I should really thanks to these people..
1. Mama
Thanks for being the greatest mother in the world for me, terima kasih untuk selalu tidur disampingku dan meletakkan tanganmu ditubuhku ketika aku sakit, dan aku benar2 speechless ketika kau bilang barangkali saja panas ditubuhku akan mengalir ketubuhmu dengan cara itu. Terima kasih untuk cerita Bobo, Oki & Nirmala, Donal Bebek, Bona dan Rong Rong yang kau bacakan padaku ketika kau tahu aku menyukai buku-buku itu saat aku bahkan belum bisa membaca. Thanks for saying it’s okay when I said I need. Terima kasih karena selalu mengajariku untuk berdiri sendiri selama aku bisa tanpa harus selalu merepotkan dan bergantung pada orang lain. Thanks for always making me happy. You’re my everything mom, dan aku berterima kasih untuk segalanya.
2. Bapak
Thanks for being the greatest father in the world for me, terima kasih untuk selalu tidak jadi memberiku uang ketika aku menyodorkan tangan kiriku untuk menerimanya, terima kasih untuk selalu bersabar, terima kasih untuk doremifasolasido yang kau perkenalkan padaku sejak kecil dan mendengarkan apa yang bisa kumainkan sampai saat ini, terima kasih untuk kata “terima kasih” yang kau ajarkan, thanks for sometimes being so nice to my cats walaupun sebenarnya kau tidak begitu menyukainya, terima kasih mengajariku mencangkok pohon rambutan hingga aku bisa bangga melihat pohon rambutan hasil cangkokanku beberapa tahun yang lalu itu kini berdiri gagah didepan rumah. You do it well as my dad, thanks
3. My sister
Terima kasih mbak nunce ku sayang karena menjadi kakak yang menyenangkan, thank for being so nice to me, terima kasih untuk tidak pernah pelit, terima kasih untuk kucing-kucing lucu dirumah, kalo bukan mba siapa lagi yg merawat mereka? Terima kasih untuk selalu memotongkan kuku-kuku pada jemari mungilku ketika aku masih belum bisa menggunakan pemotong kuku dengan benar, terima kasih untuk menelponku, mengkhawatirkanku, lalu pulang lebih cepat dari jam kantor dengan membawa 6 kotak jus jambu untukku ketika aku mengirimi pesan bahwa aku sedang sakit dirumah dan mama terlanjur pergi ke luar kota tadi pagi, terima kasih untuk menemaniku bersama bapak sampai mama datang. Terima kasih untuk mau mendengarkan ocehan2ku atau lagu-lagu dari gitar tuaku saat listrik mati dimalam hari dan aku kesepian tak tau apa yang harus kulakukan selain memperdengarkan lagu yang mungkin sumbang itu dikamarmu, padahal aku tahu saat itu adalah waktu yang tepat bagimu jika memilih untuk tidur. Dan aku suka mendengar cerita-cerita petualanganmu menaklukan gunung ini dan gunung itu bersama teman-temanmu dimayapala, kau hebat sekali, dan sampai saat ini aku tidak bisa menjadi sepertimu.
4. My Brader
Jahil, nakal, dan tidak bisa diam, itulah kakak laki-lakiku. Bahkan hingga sampai saat ini bila aku pulang ia masih sangat sangat sering menjahiliku, yah anggap saja itu karena ia rindu padaku. Meski begitu, aku berterima kasih padanya untuk banyak hal. He is my hero, terima kasih untuk memarahi teman laki-laki jahil yang sering menggangguku dengan cacing tanah ketika aku duduk di kelas satu SD, sejak itu anak itu tidak berani menggangguku lagi. Terima kasih untuk membersihkan seragam merah putihku yang kotor saat aku jatuh terpeleset di halaman sekolah hingga membuatku menangis waktu itu. Terima kasih untuk tidak menjadi komandan menwa dirumah saat kau memang seharusnya menjadi seorang kakak saja bagiku. Terima kasih untuk mengajariku bersepeda, melepas satu persatu roda empat sepedaku hingga aku pada akhirnya benar-benar bisa mengendarainya diatas dua roda. Terima kasih sudah memperkenalkanku dengan musik, untuk bermain musik bersama, untuk lagu-lagu yang dulu menjadi familiar di telingaku dan aku masih menyukainya hingga saat ini. Tapi kau begitu cerewet dan gampang marah hingga kadang membuatku kesal -_- . Aku ingat dulu kita pernah bertengkar hebat ketika mama sedang tidak ada dirumah dan tidak ada yang melerai, terucap dengan keras dari bibirku bahwa aku menyesal memiliki kakak sepertimu, tapi kau harus tahu bahwa saat itu aku sedang berbohong, bohong besar.
5. Old man
How should I call you? When my tongue is really hard to say a word describing who you are. Aku hanya ingin berterima kasih untuk satu hal, karena kau pernah ada maka dia pun ada dan aku memilikinya dalam hidup ini. Aku tidak berterima kasih atas langkah panjang yang telah kau buat, untuk tak pernah menengok ke belakang. We’re not a part of you anymore and we don’t even need to know each other.
6. Sobat-sobat kecilku
Especially Erliani (Inay), Sylvia Humaira (Via), Pusva Rahayu Sekarwati (Ayu).
Terima kasih untuk warna warni indah di masa kecil kita, warna-warna yang tercipta itu bahkan lebih indah dari warna pelangi yang pernah kulukis diatas kertas gambarku dulu. Masa-masa itu terlalu indah, bahkan sampai saat ini pun aku masih sering berandai-andai bisa kembali ke masa itu, masa 6 tahun kebersamaan kita. Terima kasih untuk selalu tertawa bersama, menanggung resiko bersama atas segala ulah yang pernah kita perbuat, untuk menyanyi dan tampil bersama, untuk selalu kompak n teriak2 saying goodbye diatas sepeda sebelum berpisah setiap pulang sekolah, terima kasih untuk tingkah2 nyeleneh yang tak terlupakan, untuk tawa tanpa beban yang tak terbayarkan. However it was colouring my childhood, love you 4sleif
7. Acil
Usianya mungkin masih jauh diatas mamaku, tapi aku memanggilnya Acil, seperti orang-orang di lingkingan sekitarku sering memanggilnya. Beliau tetanggaku, lebih dari tetangga sebenarnya. Seorang wanita sederhana yang sudah sangat dekat dengan keluargaku jauh sebelum aku lahir ke dunia ini. Beliau juga adalah guru ngajiku, mengajariku dari mengenal huruf alif ba ta sampai aku tamat Al Qur’an di juz 30. Waktu kecil aku merasa sangat dekat dengan beliau, terima kasih untuk tidak pernah memarahiku ketika teras rumahmu kukotori dengan mainan masak-masakanku, terima kasih untuk menyediakan rumahmu sebagai pelarianku ketika aku dimarahi mama, terima kasih untuk menjaga aku dan kakakku dirumah ketika mama harus menjaga bapak yang sedang dirawat dirumah sakit. Terima kasih untuk selalu menunjukkan sebuah kesabaran atas banyak hal yang telah terjadi.
8. Mbah yang sering kutemui bersama sobat-sobat kecilku di tepi jalan.
Waktu SD, ketika pergi ke sekolah bersama sobat-sobatku, aku sering melihat mbah itu sedang membersihkan tanaman dan rumput liar dipinggir jalan dengan sebuah sepeda onthel tua tak jauh darinya. Usianya sudah sepuh sekali, kami tidak mengenalnya, namun tiap kali melewati beliau kami memanggilnya “mbaaahhh”, kemudian beliau menoleh, menjawab sembari tersenyum “nuuunn”. Dengan pekerjaan yang dilakukan bahkan di usianya yang telah lanjut, ia tetap bisa tersenyum ramah kepada semua orang, bahkan kepada anak2 tengil macam kami. Ia pun mampu tersenyum ikhlas atas apa yang harus dilakukan bahkan di usianya yang telah lanjut, terima kasih untuk menunjukkannya kepadaku, itu sebuah pelajaran.
9. Teachers
Pak Amrullah guru SD ku, thanks for being sooo patience dan selalu tersenyum dalam menghadapi ulahku dan ketiga sobatku itu di sekolah, terima kasih untuk mempercayakan banyak hal kepada kami. Pak Rakidi guru matematika SMP ku, terima kasih untuk mengajari kami banyak hal “Dengan berbagi ilmu, ilmu kita tidak akan berkurang, justru akan bertambah, buktikan saja” itu salah satu pesan beliau yang masih kuingat. Ibu Wijati, terima kasih untuk selalu mengajarkan kedisiplinan meski belum sepenuhnya bisa kuikuti sampai sekarang. Ibu Saidah, kepala SMA yang super duper tegas, ketegasan beliau benar-benar kuacungi jempol, terima kasih untuk menunjukkan cara kepemimpian itu kepada kami.
Mereka tidak memberikan suatu aba2 atau arahan, tapi contoh nyata. Saat ini kita tidak butuh lagi dengan apa yang namanya panduan, aba-aba, atau arahan yang sekedar dimulut saja, yang kita butuhkan adalah contoh nyata, tindakan yang bisa dilihat dan dijadikan teladan.
10. Keluarga besar OSIS SMANTA
Aku tidak menyangka ternyata diluar sana sulit sekali bagiku untuk menemukan tempat senyaman Osis smanta. Tempat ini terlalu nyaman, lika liku tajam didalamnya tidak membuatku terhenti, justru aku menikmatinya layaknya sedang bermain rooler coaster, berhenti pada waktunya diujung rel dengan senyum mengembang, semua karena mereka ada bersamaku. Terima kasih untuk mempercayakan banyak hal padaku saat aku bahkan tidak cukup percaya pada diriku sendiri, terima kasih untuk kakak-kakakku, ka Patria, Ka Retno, Ka Muz, Ka Saufi buntal, Ka Rory, dan kakak2 lainnya, adik2ku Fina, Ayu, Gusti, Luvi, Dina, Isnan, Jabal, Fendi, dan semua yang gak bisa kusebutin satu-satu. Dan terima kasih yang sangat amat kepada kawan-kawan seperjuanganku Adrew, Thoni, Vivi, Eza, Siska, Maretta, Tika, Rini, Rian, Septian, bagiku kalian telah menjadi lebih dari sekedar kawan, tapi saudara. Terima kasih untuk rasa nano nano yang tak terlupakan, semuanya terajut menjadi cerita indah yang akan kurindukan suatu hari nanti. Terima kasih untuk persaudaraan yang tercipta hingga detik ini, persaudaraan untuk selamanya.
11. Sahabat-sahabat SMP dan SMA
Sahabat-sahabatku di SMP Plus murung pudak, kawan2 SMAN 1 Tanjung, terima kasih untuk hadirnya kalian dalam warna-warni kehidupanku, kalian memberi banyak pelajaran tentang hidup. Sahabat-sahabat dekatku dan semua teman-teman di Ipa 2, terima kasih untuk menyelipkan aku diantara kalian, nyaman sekali rasanya berada bersama kalian, dengan kebersamaan dan tingkah-tingkah gila yang tak terlupakan. Tak perlulah kusebutkan nama kalian satu persatu, aku tahu siapa kalian bagiku dan kalian tahu siapa kalian. Janji ya, kita kawan selamanya, kita untuk slamanya.
12. Semua yang kutemui di kota Jogja.
Terima kasih untuk teman2 dan semua yang kutemui di Jogja, terima kasih untuk membuatku merasa nyaman di kota ini. Masih banyak cerita yang akan terangkai disini.
13. .........
And, this is I thank to you for being so nice, for being different than the others, for being the one whom has taken a part on the story, actually on my fairytale. For making me laugh, cry, smile without any reason, and yeah that’s crazy anyway. And also Thanks for letting me get lost, don’t know which way I should step my foot on. And I’d also have to say thanks if someday I find we’re in far away, but I wish something better is waiting us there, no matter how's the ending should be.
Thank you very much,
Jogja, 27 Desember 2011
skip to main |
skip to sidebar
From the moment you smiled, you caught my eyes...
from the moment you spoke, I found myself staring...
from the moment you laughed, I couldn't stop smiling...
because at that moment I realized I was in love with you, and I just wanna spend the rest of my life in your arms...
I can't even do anything when my mind is always about you...
Don't ask me why because I have no reason to had this love in you...
Jogja, July 11th 2011
Tapi kadang perasaan bahwa kita tak benar-benar mampu untuk melukisnya ternyata benar membawa dampak pada kanvas yang telah Tuhan berikan..
2010 adalah sebuah kisah...
2010 adalah aku sebagai seorang siswa dan aku seorang mahasiswa...
2010 adalah suatu kegeramanku terhadap diri sendiri...
2010 adalah kebingungan, cemas, dan dan langkah untuk menentukan arah...
2010 adalah sebuah pertanyaan besar aku akan menjadi apa...
2010 adalah cerita yang masih abadi, tentang warna yang beragam, warna yang kontras, dan warna yang lembut disisi lain...
2010 adalah tirai yang terbuka...
2010 adalah senyuman...
2010 adalah kekhawatiran akan arah yang ada...
2010 adalah langkah pertama dengan lambaian kepercayaan...
2010 adalah satu impian yang telah tercapai...
2010 adalah genteng, langit malam Jogja dan kembang api di tiap sudutnya...
2011 adalah genteng, langit malam Jogja dan kembang api di tiap sudutnya...
2011 adalah janji...
2011 adalah pembuktian...
2011 adalah langkah untuk menjadi apa yang kumau...
2011 adalah kaki yang terus melangkah mengikuti angin...
2011 adalah sebuah jalan yang panjang...
2011 adalah aku yang sekarang...
Jogja, 01 Januari 2011.
Somewhere
It's my life... I'm the one who will paint it...
Laman

Selasa, 27 Desember 2011
Rabu, 07 Desember 2011
Be Comfortable, Feel Like Home, and That's Your Home
Well I'm going home,
Back to the place where I belong,
And where your love has always been enough for me.
(Chris Daughtry)
Mama said home is where the heart is
When I left that town
I made it all the way to West Virginia
And that's where my heart found
(Lady Antabellum)
I’m On My Way
I’m On My Way
Home Sweet Home
Tonight, Tonight
I’m On My Way
Just Set Me Free
Home Sweet Home
(Carrie Underword)
Let me go home
I’m just too far from where you are
I wanna come home
(Michael Buble)
Lebih baik disini
rumah kita sendiri
segala nikmat dan anugerah
yang kuasa
semuanya .. ada disini
rumah kita ...
(Indonesian Voice)
Home, tiba-tiba saja saya ingin menulis tentang itu ketika teringat dengan rumah saya yang berada di kampung halaman nan jauh di mato. Beberapa kutipan kalimat diatas mungkin hanyalah sedikit dari sekian banyak contoh lagu yang bertemakan rumah, hasil sentuhan pena dan alunan nada dari sang musisi yang entah bagaimana perasaannya ketika ia menciptakan kalimat-kalimat tersebut dalam bentuk lagu.
Kebanyakan dari lirik lagu tersebut menunjukkan bahwa mereka ingin pulang ke suatu tempat yang mereka sebut dengan rumah, I’m going home back to the place where I belong, home is where the heart is, home sweet home, let me go home, dan Lebih baik disini rumah kita sendiri, demikian penggalan-penggalan lirik dari beberapa lagu yang menyatakan bahwa penulisnya ingin pulang ke suatu tempat berarti yang disebut dengan rumah, rumah seperti apa yang mereka maksudkan? kenapa harus ke rumah? Mungkin jawabannya adalah karena setiap orang pasti memiliki rumah...
Generally, orang menganggap bahwa rumah adalah suatu tempat yang bisa membuat kita merasa nyaman berada disana, saya juga setuju dengan kalimat itu. Sebagaimana orang lain pada umumnya, saya bisa mengatakan bahwa tempat yang saya tinggali bersama keluarga saya semenjak saya lahir itu adalah rumah, saya bisa mengatakan bangunan yang ditandai dengan surat kepemilikan resmi yang dimiliki oleh keluarga saya itu sebagai rumah. Tapi sebenarnya bukan karena saya dibesarkan disitu selama belasan tahun, dan bukan karena itu sebuah bangunan yang ditandai dengan surat kepemilikan resmi itulah maka saya mengatakan tempat itu sebagai rumah, bukan itu alasannya, tapi karena tempat itu bisa memberikan rasa nyaman bagi saya pribadi ketika saya berada didalamnya, dengan kasih sayang dari keluarga saya tentunya. Disisi lain, mungkin saja saudara saya mengatakan bahwa tempat itu bukanlah rumah baginya, dan itu sah-sah saja ketika ia memang merasa tidak nyaman berada disana.
Home is not always a house. Memaknai kata rumah yang sesungguhnya tidak harus selalu dilihat dalam bentuk bangunan reyot, megah, atau mungkin bergaya eropa yang bisa dilihat secara fisik dan ditandai dengan kepemilikan resmi diatas kertas secara sah. Lebih dari itu, bagi saya memaknai rumah yang sesungguhnya bukan dengan cara melihat, tetapi merasakan. Merasakan hal-hal yang mungkin tidak bisa kita rasakan ditempat lain. Ketika kita merasa tidak nyaman berada didalam suatu tempat yang bahkan secara kepemilikan sah sebagai milik kita, maka bagaimanapun tempat itu bukanlah rumah, itu hanya tempat tinggal, atau mungkin persinggahan karena mungkin kita tidak akan selamanya berada disana.
By money, you can build a a house but not a home. Kita perlu bekerja keras mengumpulkan uang untuk membangun sebuah bangunan yang disini dikatakan sebagai House, tapi barangkali kita bahkan tidak perlu uang sepeserpun untuk bisa memiliki tempat yang bisa membuat kita merasa nyaman yang disini disebut sebagai Home. Tergantung cara masing-masing orang saja merasakannya hingga ia dapat memiliki sebuah rumah (home).
Mungkin rumah itu adalah gunung dan hutan bagi para pecinta alam dimana mereka merasa nyaman ketika masih bisa berdamai dengan alam saat manusia lain justru sibuk mengeksploitasi alam secara besar-besaran, mungkin rumah itu adalah jalanan bagi sekelompok anak punk berbaju hitam dengan rambut mohawk dimana mereka bisa nyaman menjadi diri mereka sendiri walau harus tampak seperti alien dimata masyarakat, mungkin rumah itu adalah rumah kardus tanpa sekat dibawah kolong jembatan bagi para pemulung dimana mereka bisa merasakan kebersamaan makan bersama dengan pemulung lainnya disiang hari yang terik ketika kota terlalu sibuk dengan hiruk pikuknya, mungkin rumah itu adalah studio musik bagi para musisi dimana alat musik setia berkawan dengannya hingga membuat dirinya merasa nyaman menumpahkan apa yang ia rasakan dalam lagu-lagu sederhana, mungkin rumah itu adalah sekretariat organisasi bagi para aktivis dimana kesibukannya dalam melakukan hal-hal yang bermanfaat bagi orang lain dapat membuat mereka merasa senang, mungkin pula rumah itu adalah setiap kota yang berbeda bagi para traveler yang bahkan mungkin merasa lebih nyaman hidup secara nomaden, berpindah dari satu tempat ke tempat lain untuk menikmati ragam budaya dan segala jenis ciptaan Tuhan, mungkin pula rumah itu adalah luasnya lautan biru bagi para pelayar dimana mereka merasa nyaman menjelajahi samudera dengan menantang angin dan badai diatas ombak.
Setiap tempat, gunung, hutan, laut, jalan raya, bangjo, kost, sekret, setiap tempat bisa menjadi rumah bagi siapa saja. Karena itu, harusnya tidak ada alasan untuk mengatakan bahwa kita tidak memiliki rumah (home), pasti ada suatu tempat yang bisa membuat kita merasa nyaman, dimanapun itu. Entah karena kasih sayang yang ada didalamnya, entah karena tempat itu selalu dapat membuat kita tertawa, entah karena tempat itu selalu bisa membuat kita bersyukur, entah karena disana kita bisa menjadi diri kita sendiri, entah karena tempat itu selalu menganggap kita ada, dan entah karena apa saja.
Personally, bagi saya kita tidak selalu butuh sebuah tempat dalam bentuk bangunan untuk bisa disebut sebagai rumah yang sesungguhnya, atau jikapun kita memilikinya maka yang menjadi hal paling penting adalah apa yang ada disana hingga mampu membuat kita merasa comfortable berada didalamnya, merasa nyaman ketika harus menjadikannya sebagai tempat yang dituju ketika ingin pulang. Namun jika kita jauh darinya dan hal itu tidak memungkinkan kita untuk selalu kesana, tidak menjadi masalah karena kita tetap bisa memiliki rumah, dimanapun yang kita mau. Kita selalu memiliki tempat untuk pulang ketika tempat itu nyaman untuk kita, dan itupun adalah rumah, rumah yang juga sesungguhnya.
I'm always on the way back home...
Jogja, 07 Desember 2011
Back to the place where I belong,
And where your love has always been enough for me.
(Chris Daughtry)
Mama said home is where the heart is
When I left that town
I made it all the way to West Virginia
And that's where my heart found
(Lady Antabellum)
I’m On My Way
I’m On My Way
Home Sweet Home
Tonight, Tonight
I’m On My Way
Just Set Me Free
Home Sweet Home
(Carrie Underword)
Let me go home
I’m just too far from where you are
I wanna come home
(Michael Buble)
Lebih baik disini
rumah kita sendiri
segala nikmat dan anugerah
yang kuasa
semuanya .. ada disini
rumah kita ...
(Indonesian Voice)
Home, tiba-tiba saja saya ingin menulis tentang itu ketika teringat dengan rumah saya yang berada di kampung halaman nan jauh di mato. Beberapa kutipan kalimat diatas mungkin hanyalah sedikit dari sekian banyak contoh lagu yang bertemakan rumah, hasil sentuhan pena dan alunan nada dari sang musisi yang entah bagaimana perasaannya ketika ia menciptakan kalimat-kalimat tersebut dalam bentuk lagu.
Kebanyakan dari lirik lagu tersebut menunjukkan bahwa mereka ingin pulang ke suatu tempat yang mereka sebut dengan rumah, I’m going home back to the place where I belong, home is where the heart is, home sweet home, let me go home, dan Lebih baik disini rumah kita sendiri, demikian penggalan-penggalan lirik dari beberapa lagu yang menyatakan bahwa penulisnya ingin pulang ke suatu tempat berarti yang disebut dengan rumah, rumah seperti apa yang mereka maksudkan? kenapa harus ke rumah? Mungkin jawabannya adalah karena setiap orang pasti memiliki rumah...
Generally, orang menganggap bahwa rumah adalah suatu tempat yang bisa membuat kita merasa nyaman berada disana, saya juga setuju dengan kalimat itu. Sebagaimana orang lain pada umumnya, saya bisa mengatakan bahwa tempat yang saya tinggali bersama keluarga saya semenjak saya lahir itu adalah rumah, saya bisa mengatakan bangunan yang ditandai dengan surat kepemilikan resmi yang dimiliki oleh keluarga saya itu sebagai rumah. Tapi sebenarnya bukan karena saya dibesarkan disitu selama belasan tahun, dan bukan karena itu sebuah bangunan yang ditandai dengan surat kepemilikan resmi itulah maka saya mengatakan tempat itu sebagai rumah, bukan itu alasannya, tapi karena tempat itu bisa memberikan rasa nyaman bagi saya pribadi ketika saya berada didalamnya, dengan kasih sayang dari keluarga saya tentunya. Disisi lain, mungkin saja saudara saya mengatakan bahwa tempat itu bukanlah rumah baginya, dan itu sah-sah saja ketika ia memang merasa tidak nyaman berada disana.
Home is not always a house. Memaknai kata rumah yang sesungguhnya tidak harus selalu dilihat dalam bentuk bangunan reyot, megah, atau mungkin bergaya eropa yang bisa dilihat secara fisik dan ditandai dengan kepemilikan resmi diatas kertas secara sah. Lebih dari itu, bagi saya memaknai rumah yang sesungguhnya bukan dengan cara melihat, tetapi merasakan. Merasakan hal-hal yang mungkin tidak bisa kita rasakan ditempat lain. Ketika kita merasa tidak nyaman berada didalam suatu tempat yang bahkan secara kepemilikan sah sebagai milik kita, maka bagaimanapun tempat itu bukanlah rumah, itu hanya tempat tinggal, atau mungkin persinggahan karena mungkin kita tidak akan selamanya berada disana.
By money, you can build a a house but not a home. Kita perlu bekerja keras mengumpulkan uang untuk membangun sebuah bangunan yang disini dikatakan sebagai House, tapi barangkali kita bahkan tidak perlu uang sepeserpun untuk bisa memiliki tempat yang bisa membuat kita merasa nyaman yang disini disebut sebagai Home. Tergantung cara masing-masing orang saja merasakannya hingga ia dapat memiliki sebuah rumah (home).
Mungkin rumah itu adalah gunung dan hutan bagi para pecinta alam dimana mereka merasa nyaman ketika masih bisa berdamai dengan alam saat manusia lain justru sibuk mengeksploitasi alam secara besar-besaran, mungkin rumah itu adalah jalanan bagi sekelompok anak punk berbaju hitam dengan rambut mohawk dimana mereka bisa nyaman menjadi diri mereka sendiri walau harus tampak seperti alien dimata masyarakat, mungkin rumah itu adalah rumah kardus tanpa sekat dibawah kolong jembatan bagi para pemulung dimana mereka bisa merasakan kebersamaan makan bersama dengan pemulung lainnya disiang hari yang terik ketika kota terlalu sibuk dengan hiruk pikuknya, mungkin rumah itu adalah studio musik bagi para musisi dimana alat musik setia berkawan dengannya hingga membuat dirinya merasa nyaman menumpahkan apa yang ia rasakan dalam lagu-lagu sederhana, mungkin rumah itu adalah sekretariat organisasi bagi para aktivis dimana kesibukannya dalam melakukan hal-hal yang bermanfaat bagi orang lain dapat membuat mereka merasa senang, mungkin pula rumah itu adalah setiap kota yang berbeda bagi para traveler yang bahkan mungkin merasa lebih nyaman hidup secara nomaden, berpindah dari satu tempat ke tempat lain untuk menikmati ragam budaya dan segala jenis ciptaan Tuhan, mungkin pula rumah itu adalah luasnya lautan biru bagi para pelayar dimana mereka merasa nyaman menjelajahi samudera dengan menantang angin dan badai diatas ombak.
Setiap tempat, gunung, hutan, laut, jalan raya, bangjo, kost, sekret, setiap tempat bisa menjadi rumah bagi siapa saja. Karena itu, harusnya tidak ada alasan untuk mengatakan bahwa kita tidak memiliki rumah (home), pasti ada suatu tempat yang bisa membuat kita merasa nyaman, dimanapun itu. Entah karena kasih sayang yang ada didalamnya, entah karena tempat itu selalu dapat membuat kita tertawa, entah karena tempat itu selalu bisa membuat kita bersyukur, entah karena disana kita bisa menjadi diri kita sendiri, entah karena tempat itu selalu menganggap kita ada, dan entah karena apa saja.
Personally, bagi saya kita tidak selalu butuh sebuah tempat dalam bentuk bangunan untuk bisa disebut sebagai rumah yang sesungguhnya, atau jikapun kita memilikinya maka yang menjadi hal paling penting adalah apa yang ada disana hingga mampu membuat kita merasa comfortable berada didalamnya, merasa nyaman ketika harus menjadikannya sebagai tempat yang dituju ketika ingin pulang. Namun jika kita jauh darinya dan hal itu tidak memungkinkan kita untuk selalu kesana, tidak menjadi masalah karena kita tetap bisa memiliki rumah, dimanapun yang kita mau. Kita selalu memiliki tempat untuk pulang ketika tempat itu nyaman untuk kita, dan itupun adalah rumah, rumah yang juga sesungguhnya.
I'm always on the way back home...
Jogja, 07 Desember 2011
Selasa, 22 November 2011
Jumat, 04 November 2011
THIS IS ME ON MY BIRTHDAY
Sampai saat ini, saya masih tidak tau bagaimana cara terbaik untuk memaknai sebuah hari kelahiran di setiap tahun, harus sedih ataukah bahagia. Kebanyakan orang mungkin akan bahagia di hari ulang tahun mereka, bersyukur atas udara yang masih bisa dirasakan hingga di usia ini, bersyukur atas rangkaian moment menyenangkan yang telah terjadi atau moment melelahkan yang berhasil dilewati semenjak pertama kali hadir di dunia hingga di usia ini, bersyukur karena orang-orang yang kita kenal belum kehabisan cara untuk menunjukkan perhatian dan sayang mereka entah dengan ucapan selamat, hadiah, atau doa untuk kita di suatu malam yang bahkan tak terdengar ditelinga kita, dan bersyukur untuk puluhan atau mungkin ratusan alasan lain lagi.
Saya juga begitu, moment ulang tahun lebih banyak membuat saya gembira sebenarnya. Namun layaknya sebuah koin, ada dua sisi sudut pandang pula yang mungkin harus kita miliki disetiap kita mengawali usia yang baru. Turut berduka cita, bertambahnya usia berarti berkurang pula jatah hidup kita di dunia ini. Tidak ada yang salah dengan kalimat itu bukan? Tidak salah mengingat setiap orang memang berjalan menuju kematian, pertambahan langkah berarti pemendekan jarak menuju tujuan, dan masa lalu menjadi semakin jauh tertinggal di belakang.
Di tiap ulang tahun pula saya sadar betul bahwa saya sudah semakin jauh meninggalkan masa kecil saya, usia saya telah bertambah menjadi lebih dewasa persis seperti apa yang pernah saya inginkan di kala itu. Waktu itu saya membaca majalah Bobo buku favorit saya, ada suatu kalimat di buku itu yang menyebutkan “Jika saat ini kamu merasa ingin cepat menjadi dewasa, bersenang-senanglah dan puaskan dirimu dulu saat ini, sebab di usia dewasa kamu mungkin akan sangat rindu menjadi kamu yang sekarang”,tidak seperti dulu, kali ini saya benar-benar harus mempercayai kalimat itu, karena faktanya saya memang rindu, rindu sekali memiliki wajah bebas dan tanpa beban seperti saat itu, rindu akan masa lalu yang semakin jauh tertinggal di belakang.
Tapi inilah misteri waktu yang sebenarnya, ia terus berjalan. Mesin waktu dalam film Doraemon yang bisa mengembalikan kita ke masa lalu atau melangkah lebih cepat ke masa depan pun masih diyakini oleh banyak orang sebagai suatu kemustahilan. Mungkin yang bisa kita lakukan adalah menyadari dimana kita berdiri saat ini, dan menyadari bahwa kita tak akan pernah bisa berjalan mundur juga berjalan lebih cepat dari saat ini, dimana kita hanya dapat melihat masa lalu jika menengok ke belakang, dan melihat masa depan (meski masih samar) jika mengembalikan pandangan yang seharusnya sambil terus berjalan kedepan.
Salah satu cara menikmati hidup, menikmati moment saat menjalani hidup dari satu waktu ke waktu.
And this is me on my birthday, ingin menikmati tiap moment saat menjalani hidup di usia ini..
Thanks God for everything..
Jogja, 04 November 2011
Saya juga begitu, moment ulang tahun lebih banyak membuat saya gembira sebenarnya. Namun layaknya sebuah koin, ada dua sisi sudut pandang pula yang mungkin harus kita miliki disetiap kita mengawali usia yang baru. Turut berduka cita, bertambahnya usia berarti berkurang pula jatah hidup kita di dunia ini. Tidak ada yang salah dengan kalimat itu bukan? Tidak salah mengingat setiap orang memang berjalan menuju kematian, pertambahan langkah berarti pemendekan jarak menuju tujuan, dan masa lalu menjadi semakin jauh tertinggal di belakang.
Di tiap ulang tahun pula saya sadar betul bahwa saya sudah semakin jauh meninggalkan masa kecil saya, usia saya telah bertambah menjadi lebih dewasa persis seperti apa yang pernah saya inginkan di kala itu. Waktu itu saya membaca majalah Bobo buku favorit saya, ada suatu kalimat di buku itu yang menyebutkan “Jika saat ini kamu merasa ingin cepat menjadi dewasa, bersenang-senanglah dan puaskan dirimu dulu saat ini, sebab di usia dewasa kamu mungkin akan sangat rindu menjadi kamu yang sekarang”,tidak seperti dulu, kali ini saya benar-benar harus mempercayai kalimat itu, karena faktanya saya memang rindu, rindu sekali memiliki wajah bebas dan tanpa beban seperti saat itu, rindu akan masa lalu yang semakin jauh tertinggal di belakang.
Tapi inilah misteri waktu yang sebenarnya, ia terus berjalan. Mesin waktu dalam film Doraemon yang bisa mengembalikan kita ke masa lalu atau melangkah lebih cepat ke masa depan pun masih diyakini oleh banyak orang sebagai suatu kemustahilan. Mungkin yang bisa kita lakukan adalah menyadari dimana kita berdiri saat ini, dan menyadari bahwa kita tak akan pernah bisa berjalan mundur juga berjalan lebih cepat dari saat ini, dimana kita hanya dapat melihat masa lalu jika menengok ke belakang, dan melihat masa depan (meski masih samar) jika mengembalikan pandangan yang seharusnya sambil terus berjalan kedepan.
Salah satu cara menikmati hidup, menikmati moment saat menjalani hidup dari satu waktu ke waktu.
And this is me on my birthday, ingin menikmati tiap moment saat menjalani hidup di usia ini..
Thanks God for everything..
Jogja, 04 November 2011
Sabtu, 29 Oktober 2011
Dunia kadang bekerja dalam proses-proses yang tidak sepenuhnya dapat kita pahami
Dunia kadang bekerja dalam proses-proses yang tidak sepenuhnya dapat kita pahami.
Mengutip dari status akun facebook yang pernah dibuat oleh kakak laki-laki saya pada suatu hari, entah darimana ia mendapatkan kalimat itu, tak perlulah saya memikirkannya.
Kadang dunia memang tampak gamang dan proses-proses yang terjadi didalamnya tidak cukup untuk membuat kita mengerti. Bahkan mungkin terlihat tragis ketika suatu proses yang kita harapkan tidak berjalan seperti apa yang kita inginkan, persis seperti apa yang bisa kita pahami. Jika sudah seperti itu, lantas kita mungkin mengutuk dunia dan semua proses yang terjadi didalamnya, kemudian tanpa sadar membuat lingkaran setan sambil melanjutkan hidup dengan bayang-bayang sebuah proses dimasa lalu yang belum kita pahami hingga saat ini.
Dunia kadang bekerja dalam prosesnya yang tidak dapat kita pahami, tapi satu hal yang pasti bahwa ia tidak pernah salah. Kesalahan terbesar kita adalah tidak mau memahaminya hingga kita selalu menganggap ia salah. Cobalah untuk memahami, bukan hanya meminta untuk dipahami. Percayalah bahwa segala sesuatu terjadi karena suatu alasan, ia tidak terjadi begitu saja. Semua orang berubah agar kita bisa belajar untuk melepaskannya menjadi apa yang ia inginkan, orang berbuat salah agar kita bisa belajar untuk memaafkannya dengan bijak, kita pernah percaya kebohongan dari orang lain agar suatu hari kita bisa percaya pada diri sendiri, kita pernah ditampar kesedihan yang membuat kita jatuh agar kesedihan yang mungkin akan datang dilain waktu tidak cukup kuat untuk menjatuhkan kita lagi, kita pernah gagal agar kita tahu bagaimana rasanya sukses, tanpa kegagalan kita tidak akan pernah bisa menggambarkan sebuah kesuksesan, kita pernah terlambat menyadari betapa spesialnya seseorang setelah kehilangannya agar kita tidak mengulang keterlambatan yang sama, kemudian belajar untuk lebih menghargai dan menjaga siapapun yang ada disisi kita nanti untuk tetap tinggal.
Dunia kadang bekerja dalam proses-proses yang tidak sepenuhnya dapat kita pahami, biarkan saja karena ia tidak salah. Jikapun terasa sakit, itu hanya karena kita tidak mau memahami.
Jogja, 30 oktober 2011
Mengutip dari status akun facebook yang pernah dibuat oleh kakak laki-laki saya pada suatu hari, entah darimana ia mendapatkan kalimat itu, tak perlulah saya memikirkannya.
Kadang dunia memang tampak gamang dan proses-proses yang terjadi didalamnya tidak cukup untuk membuat kita mengerti. Bahkan mungkin terlihat tragis ketika suatu proses yang kita harapkan tidak berjalan seperti apa yang kita inginkan, persis seperti apa yang bisa kita pahami. Jika sudah seperti itu, lantas kita mungkin mengutuk dunia dan semua proses yang terjadi didalamnya, kemudian tanpa sadar membuat lingkaran setan sambil melanjutkan hidup dengan bayang-bayang sebuah proses dimasa lalu yang belum kita pahami hingga saat ini.
Dunia kadang bekerja dalam prosesnya yang tidak dapat kita pahami, tapi satu hal yang pasti bahwa ia tidak pernah salah. Kesalahan terbesar kita adalah tidak mau memahaminya hingga kita selalu menganggap ia salah. Cobalah untuk memahami, bukan hanya meminta untuk dipahami. Percayalah bahwa segala sesuatu terjadi karena suatu alasan, ia tidak terjadi begitu saja. Semua orang berubah agar kita bisa belajar untuk melepaskannya menjadi apa yang ia inginkan, orang berbuat salah agar kita bisa belajar untuk memaafkannya dengan bijak, kita pernah percaya kebohongan dari orang lain agar suatu hari kita bisa percaya pada diri sendiri, kita pernah ditampar kesedihan yang membuat kita jatuh agar kesedihan yang mungkin akan datang dilain waktu tidak cukup kuat untuk menjatuhkan kita lagi, kita pernah gagal agar kita tahu bagaimana rasanya sukses, tanpa kegagalan kita tidak akan pernah bisa menggambarkan sebuah kesuksesan, kita pernah terlambat menyadari betapa spesialnya seseorang setelah kehilangannya agar kita tidak mengulang keterlambatan yang sama, kemudian belajar untuk lebih menghargai dan menjaga siapapun yang ada disisi kita nanti untuk tetap tinggal.
Dunia kadang bekerja dalam proses-proses yang tidak sepenuhnya dapat kita pahami, biarkan saja karena ia tidak salah. Jikapun terasa sakit, itu hanya karena kita tidak mau memahami.
Jogja, 30 oktober 2011
Sebuah Keterlambatan
Kadang kita baru menyadari betapa spesialnya seseorang, sesuatu, atau apapun itu setelah ia meninggalkan kita. Kutipan kalimat itu seringkali kita dengar, bahkan terlalu terlalu sering karena faktanya banyak orang yang pernah merasakannya.
Pertanyaan yang timbul kemudian adalah kenapa semuanya harus menjadi sedemikian terlambat, kenapa harus menunggu ia pergi terlebih dulu baru kita menyadari betapa ia ternyata spesial dalam hidup kita. Kenapa harus menunggu kehilangan baru kita sadar bahwa kita membutuhkannya. Tampak seperti sebuah kesalahan besar, lagi-lagi akan menyebabkan timbulnya penyesalan, penyesalan, dan penyesalan. Disaat seperti itu tiba-tiba saja kita menjadi rapuh, berharap agar waktu mau berputar kembali dan kita berjanji akan menjaganya untuk tetap disini, namun sayang waktu tak pernah bersahabat dengan kita untuk itu.
Ya, kenapa kita bisa sedemikian terlambat?
Itu kesalahan, dan tidak untuk diulang kembali.
Pertanyaan yang timbul kemudian adalah kenapa semuanya harus menjadi sedemikian terlambat, kenapa harus menunggu ia pergi terlebih dulu baru kita menyadari betapa ia ternyata spesial dalam hidup kita. Kenapa harus menunggu kehilangan baru kita sadar bahwa kita membutuhkannya. Tampak seperti sebuah kesalahan besar, lagi-lagi akan menyebabkan timbulnya penyesalan, penyesalan, dan penyesalan. Disaat seperti itu tiba-tiba saja kita menjadi rapuh, berharap agar waktu mau berputar kembali dan kita berjanji akan menjaganya untuk tetap disini, namun sayang waktu tak pernah bersahabat dengan kita untuk itu.
Ya, kenapa kita bisa sedemikian terlambat?
Itu kesalahan, dan tidak untuk diulang kembali.
Minggu, 16 Oktober 2011
Aku menjadi sarjana, itu cita-cita mamaku
Jika ada yang bertanya padaku tentang mamaku, maka aku akan menjawab "My Mom is my everything". Ya, mamaku adalah segalanya. Bagiku, ia bisa menjadi apapun dalam hidupnya. Jika sudah dewasa nanti aku bahkan tidak yakin apakah aku bisa menjadi sehebat mama. Masa lalu dan masa kecilnya yang pahit membuat mamaku tumbuh menjadi wanita yang tegar, dan bertekad bahwa anaknya tidak boleh sampai mengalami hal sulit seperti yang pernah ia alami dulu.
Mamaku adalah tipe orang yang berpikir panjang untuk masa depan, dan ia tidak pernah main-main dengan arti sebuah pendidikan, cita-cita terbesarnya adalah menjadikan ketiga anaknya sebagai sarjana, entah kenapa, mungkin karena menurutnya pendidikan adalah salah satu hal yang akan menyelamatkan masa depan kami nanti, ketika semua orang mau tidak mau harus bersaing semakin ketat dengan ijazah masing-masing yang mereka bawa.
Hal itu ia buktikan dengan betapa tanggapnya ia dalam berbagai hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan kami, bahkan dalam hal sekecil apapun. Dari dulu, ketika hari pembagian rapor tiba, mamalah yang paling sering mengambilkan rapor. Dan jika dari kejauhan aku melihat guruku telah masuk dalam ruangan, aku tidak perlu begitu khawatir apakah mama sudah berada di ruang pembagian rapor itu atau belum, seperti yang sering kali dikhwatirkan oleh sebagian temanku tentang orang tua mereka. Didalam hati, aku yakin mama pasti datang, bahkan mungkin ia menjadi yang paling awal tiba disana. Mama bilang pembagian rapor itu penting, dan aku tahu bahwa ia akan meninggalkan semua aktivitasnya dihari itu demi segera mengetahui hasil raporku.
Kini aku telah duduk dibangku kuliah dengan predikat seorang mahasiswa, sebuah predikat yang baginya harus dimiliki oleh ketiga anaknya. Masih teringat setahun yang lalu, aku sempat berpikir bahwa mamaku adalah seorang yang egois, ketika dia menyatakan bahwa aku tidak boleh kuliah di universitas pilihanku di kota Jogja. Letaknya yang jauh dan berada diluar pulau membuat mama tampak berat untuk melepasku apalagi mengingat aku adalah anak bungsu, sehingga ia selalu berkata TIDAK untuk pilihanku itu. Namun ketika aku diam-diam mengikuti jalur PMDK dan ternyata diterima di universitas itu, tak kusangka, mamapun akhirnya berkata iya. Kadang tersirat ragu diwajahnya, namun aku berulangkali meyakinkan bahwa aku akan baik-baik saja disana, ia pun tersenyum sambil berkata "Orang lain bisa melepas anaknya pergi jauh untuk mengejar pendidikan, mamapun belajar untuk bisa, dan pasti bisa!"
Ketika hari dimana aku harus pergi ke Jogja tiba, ia mengantarku ke bandara, aku akan pergi sendiri ke Jogja dan ia tidak bisa menemaniku ke kota pelajar itu karena ada urusan yang lebih penting yang harus ia urus. Tidak banyak yang kami bicarakan selama di bandara, sesekali ia hanya mengulang nasehat yang sudah berkali-kali disampaikannya di rumah bersama bapak, agar aku bisa menjaga diri dengan baik disana. Ketika tiba saatnya aku harus check in, dipeluk dan diciumnya keningku. Seperti yang kukatakan, mamaku adalah orang yang kuat, ia tidak akan menangis melepasku, meski aku tahu dari raut wajahnya ada kesedihan, ada kecemasan, ada kekhawatiran, dan ada pula kenyataan yang harus ia terima, bahwa putri terkecilnya kini telah beranjak dewasa.
Kedua kakakku telah menjadi sarjana, dan kini tugasku adalah berusaha untuk menjadi seperti mereka. Tunggulah saatnya ma, suatu hari mama akan tersenyum bangga melihatku menggenapi cita-cita mama.
Jogja, April 2011.
Diikutsertakan dalam lomba Kartini Muda Indonesia, HONDA.
Alhamdulillah.. belum menang, heheee..
Selasa, 04 Oktober 2011
Forgettable note
"Why do you do this to me?
Why do you do this so easily?
You make it hard to smile because..
you make it hard to breathe..
Why do you do this to me..."
I could only say thanks for everything that has been pass by, for painting a big smile and dropping tears on my face, for giving some contrast colours on my "Painting of Life".
Just never guess it really had to be that fast through on my part of life.
I should really think that it's definitely a very wise decision of me, to stay away from you who can really break my wings worse till it can't be able to fly me higher anymore. My heart is not a toy, you shouldn't play with it..
No I don't blame you at all, perhaps the one who should be blamed is me, my self only, for the first time I let the meeting is ours, for the first time I let the conversations is ours.
Been so tired of all. One thing you maybe don't know about me is.. I'm not that strong, exactly not. Yeah, I'm not that strong to always act the disguises, said I'm okay then pretend that everything is alright.
Is there anybody gonna being hate to look up the sky now?
that should be me.
But no, please don't take it too long and don't make me hate the sparkling things there, seemed so unfair if it really happened just because it would remember me on you.
Thanks for the kindness, happiness, sadness, and all that I can't write on this forgettable note one by one.
Thanks for telling me a story or giving me lullabies when i was going to sleep in my fucking insomnia night. Being so sad when I have to say that I do miss it so bad right now, but I don't have any power to let the time goes back as I want.
For sure, you've colouring my paper, and that's my life.
Hopefully one day I could really strong to standing there with the wind, say that It so nice to know you in my life.
Hopefully I still strong enough to look up the things above me, every night.
In the corner of my room, oct 04 2011
Why do you do this so easily?
You make it hard to smile because..
you make it hard to breathe..
Why do you do this to me..."
I could only say thanks for everything that has been pass by, for painting a big smile and dropping tears on my face, for giving some contrast colours on my "Painting of Life".
Just never guess it really had to be that fast through on my part of life.
I should really think that it's definitely a very wise decision of me, to stay away from you who can really break my wings worse till it can't be able to fly me higher anymore. My heart is not a toy, you shouldn't play with it..
No I don't blame you at all, perhaps the one who should be blamed is me, my self only, for the first time I let the meeting is ours, for the first time I let the conversations is ours.
Been so tired of all. One thing you maybe don't know about me is.. I'm not that strong, exactly not. Yeah, I'm not that strong to always act the disguises, said I'm okay then pretend that everything is alright.
Is there anybody gonna being hate to look up the sky now?
that should be me.
But no, please don't take it too long and don't make me hate the sparkling things there, seemed so unfair if it really happened just because it would remember me on you.
Thanks for the kindness, happiness, sadness, and all that I can't write on this forgettable note one by one.
Thanks for telling me a story or giving me lullabies when i was going to sleep in my fucking insomnia night. Being so sad when I have to say that I do miss it so bad right now, but I don't have any power to let the time goes back as I want.
For sure, you've colouring my paper, and that's my life.
Hopefully one day I could really strong to standing there with the wind, say that It so nice to know you in my life.
Hopefully I still strong enough to look up the things above me, every night.
In the corner of my room, oct 04 2011
Jumat, 23 September 2011
Untuk Pagi yang Selalu Nyata
Untuk suatu hari yang lelah disudut ini
aku masih berdiri disini
menatap senja lekat-lekat bersama jejak kaki yang tertinggal
satu hari lagi telah berlalu
kemarin, dan kemarin lusa terucap pula kalimat itu
dan masih saja sama, dengan cahaya matahari yang hampir tak pernah kurasa lagi dalam sepenggal waktu
Ada sesuatu yang tersembunyi
sesuatu yang tak semua orang dapat mengerti, tidak pula memahami
ada langkah yang terpatri
ada cerita, barangkali pula itu anekdot yang terselip di bibir
Aku masih saja seperti orang yang tak waras, berdialog dengan waktu memintanya untuk kembali
untuk tahun, bulan, minggu, hari, menit, dan detik yang telah berlalu
nihil ketika aku sadar bahwa esok pagi adalah kenyataan
dan harusnya aku mampu berdamai dengan itu
Dan senja ini masih sama
tiada janji yang berani ia ukir disana, pada cakrawala yang sebentar lagi akan ia tinggalkan hingga kan lenyap perlahan di mataku...
janji tentang kenyataan disuatu pagi
Untuk suatu hari yang lelah disudut ini
dan pagi yang akan selalu nyata...
aku masih berdiri disini
menatap senja lekat-lekat bersama jejak kaki yang tertinggal
satu hari lagi telah berlalu
kemarin, dan kemarin lusa terucap pula kalimat itu
dan masih saja sama, dengan cahaya matahari yang hampir tak pernah kurasa lagi dalam sepenggal waktu
Ada sesuatu yang tersembunyi
sesuatu yang tak semua orang dapat mengerti, tidak pula memahami
ada langkah yang terpatri
ada cerita, barangkali pula itu anekdot yang terselip di bibir
Aku masih saja seperti orang yang tak waras, berdialog dengan waktu memintanya untuk kembali
untuk tahun, bulan, minggu, hari, menit, dan detik yang telah berlalu
nihil ketika aku sadar bahwa esok pagi adalah kenyataan
dan harusnya aku mampu berdamai dengan itu
Dan senja ini masih sama
tiada janji yang berani ia ukir disana, pada cakrawala yang sebentar lagi akan ia tinggalkan hingga kan lenyap perlahan di mataku...
janji tentang kenyataan disuatu pagi
Untuk suatu hari yang lelah disudut ini
dan pagi yang akan selalu nyata...
Sabtu, 10 September 2011
Kibar Kata Nusantara
Tulisan lama...
“Seorang laki-laki nekat panjat menara telkom”
Itu judul dari salah satu berita yang saya tonton pada siang itu. Berita yang cukup unik memang, karena penasaran akhirnya saya yang biasanya kurang tertarik menonton berita akhirnya duduk manis di depan Televisi. Wooow, pasti penasaran. Apa maksud orang ini? Mau terjun bebas? Memperbaiki system perkabelan ? atau mungkin mau duluan menangkap rejeki yang kata orang mungkin bisa jatuh dari langit ? Ternyata bukan ini dan bukan itu juga alasan dari laki-laki ini.
Pagi itu, ketika matahari masih malu-malu menampakkan wajahnya, salah satu sudut kota Jakarta dihebohkan oleh aksi seorang lelaki yang tiba-tiba saja sudah berada di atas menara tanpa alat pengaman satupun, salah langkah sedikit saja, bisa jadi aksinya menjadi ajang penghantar nyawa dirinya sendiri kepada Sang Pencipta. Orang-orang mulai berkerumun membuat keramaian dadakan di bawah menara, menyaksikan sebuah aksi nekat dari seseorang yang entah apa tujuannya. Sebagian ada yang panik, lalu menelpon pemadam kebakaran untuk menurunkan orang ini. Sebagian lagi ada yang tertawa, lalu sesekali meletakkan telunjuknya di kening, ada juga yang hanya lewat dan melongo sesaat melihat sesosok tubuh manusia di atas sana, bahkan mungkin ada yang berpikir begini, “Daripada lu manjat menara tinggi-tinggi ga jelas, mendingan perbaiki atap rumah gue yang bolong aja noh”. Memang berbagai macam reaksi yang bisa diungkapkan masyarakat atas peristiwa ini. Dan karena kita hanya manusia, bukan seperti Tuhan Yang Maha Tahu, maka hanya apa yang bisa ditangkap oleh mata saja yang menciptakan reaksi kita selanjutnya. Namun tahukah anda apa yang terjadi selanjutnya ? Apakah laki-laki ini akan mengejutkan penonton dengan benar-benar melompat hingga hidupnya berakhir tragis seperti cerita dalam sinetron? Ternyata tidak. Alangkah terkejutnya saya, ketika selanjutnya dia membentangkan sebuah spanduk merah bertuliskan NUSANTARA.
Woooww, apa maksud dari semua ini ? Tentu laki-laki ini memiliki pola pikir yang berbeda dari manusia-manusia lain pada umumnya, dan itulah yang disebut sebagian orang dengan kata gila. Padahal, kalau dipikir-pikir artinya jiwa nasionalisme orang ini sangat tinggi. Menurut saya, mungkin dia ingin menciptakan sesuatu yang beda, yaaahh, meski harus mempertaruhkan nyawanya. Di tengah kondisi Negara yang carut marut belakangan ini, barangkali ada satu atau mungkin dua pesan yang ingin disampaikannya dari satu kata bertuliskan NUSANTARA yang berkibar di atas ketinggian itu.
Berbagai masalah melanda Negara kita, Kasus Bank Century, Kasus Cicak dan Buaya, Korupsi yang merajalela, istilah menegakkan hukum seperti menegakkan benang basah, dan yang terakhir terdengar adalah heboh demo menuntut perbaikan 100 hari pemerintahan baru Pak SBY. Hmmmhh, rame juga ya Negara kita. Dan orang ini tiba-tiba mengagetkan salah satu sudut kota Jakarta di suatu pagi dengan aksinya. Hanya di salah satu sudut kota, tapi kemudian aksinya ditonton orang di seluruh penjuru negeri melalui televisi. Dan mungkin oknum-oknum yang terlibat kasus-kasus itupun menyaksikannya. Ya, seorang Indonesia melawan angin membawa kata NUSANTARA ke atas sana, agar bisa dilihat oleh semua orang. Mungkin ia ingin menyampaikan “Aku cinta Nusantara, kenapa kalian tidak ? Mungkin caraku gila, tapi jika tidak dengan cara ini, apakah kalian akan melihatku dan menyadari bahwa kalian telah kehilangan rasa cinta terhadap Nusantara ?”
Ingatkah kita pada Nusantara ? Jangan-jangan kita memang lupa…
Ya, semua orang sibuk dengan urusan ini dan itu, mementingkan diri sendiri, juga jabatan mereka masing masing. Tanpa mereka sadari bahwa masalah-masalah yang mereka buat ini hanya akan menambah warna carut marut Nusantara. Bukankah seharusnya kita semua bisa mencintai Nusantara dengan tidak melakukan hal-hal yang pada akhirnya dapat menghancurkan Nusantara itu sendiri? Katanya cinta nusantara, tapi kenapa rakyatnya tidak merasa dicintai dengan bukti banyaknya tanggapan bahwa pejabat bersenang-senang diatas penderitaan rakyat ?
Katanya cinta nusantara, tapi kenapa hutan kita sering dibabat, kekayaan alam kita dikeruk habis-habisan, hingga menyebabkan bencana banjir dan tanah longsor terjadi dimana-mana ?
Katanya cinta nusantara, cinta produk lokal, tapi kenapa para pejabat beberapa waktu lalu dibelikan 60 lebih mobil dari luar negeri dengan harga yang fantastis, lebih dari 1 M perbuahnya?
Dan masih banyak lagi fenomena “Katanya cinta… tapi kenapa…” yang lain.
Mungkin memang benar bahwa rasa cinta terhadap nusantara sudah luntur. Itulah yang mungkin ingin diungkapkan oleh laki-laki yang entah namanya siapa ini. Berhentilah berharap Nusantara akan maju jika kita tidak bisa mencintainya dengan menanamkan perilaku-perilaku yang baik untuk diri sendiri, orang lain, dan bangsa ini.
Memang saya hanya mereka-reka maksud dan tujuan dari pria yang akhirnya diturunkan oleh tim pemadam ini, hehe. Soalnya, belum sempat diwawancara wartawan, dia sudah dibawa oleh polisi untuk diperiksa kejiwaannya, meninggalkan berbagai komentar dari orang-orang yang menyaksikannya.
Namun, sebaiknya kita tidak usah meremehkan orang yang belum jelas apa maksud dan tindakannya, karena kita tidak tahu jika ternyata ada sesuatu yang mungkin baik dibalik tindakannya. Ambil positifnya saja. Dan jika nyatanya dia memang gila, toh ternyata dalam hal ini dia bisa lebih pintar dari orang-orang yang menyebutnya gila itu sendiri melalui makna dari kata NUSANTARA yang ia kibarkan diatas sana.
Tanjung, 04 Februari 2010.
“Seorang laki-laki nekat panjat menara telkom”
Itu judul dari salah satu berita yang saya tonton pada siang itu. Berita yang cukup unik memang, karena penasaran akhirnya saya yang biasanya kurang tertarik menonton berita akhirnya duduk manis di depan Televisi. Wooow, pasti penasaran. Apa maksud orang ini? Mau terjun bebas? Memperbaiki system perkabelan ? atau mungkin mau duluan menangkap rejeki yang kata orang mungkin bisa jatuh dari langit ? Ternyata bukan ini dan bukan itu juga alasan dari laki-laki ini.
Pagi itu, ketika matahari masih malu-malu menampakkan wajahnya, salah satu sudut kota Jakarta dihebohkan oleh aksi seorang lelaki yang tiba-tiba saja sudah berada di atas menara tanpa alat pengaman satupun, salah langkah sedikit saja, bisa jadi aksinya menjadi ajang penghantar nyawa dirinya sendiri kepada Sang Pencipta. Orang-orang mulai berkerumun membuat keramaian dadakan di bawah menara, menyaksikan sebuah aksi nekat dari seseorang yang entah apa tujuannya. Sebagian ada yang panik, lalu menelpon pemadam kebakaran untuk menurunkan orang ini. Sebagian lagi ada yang tertawa, lalu sesekali meletakkan telunjuknya di kening, ada juga yang hanya lewat dan melongo sesaat melihat sesosok tubuh manusia di atas sana, bahkan mungkin ada yang berpikir begini, “Daripada lu manjat menara tinggi-tinggi ga jelas, mendingan perbaiki atap rumah gue yang bolong aja noh”. Memang berbagai macam reaksi yang bisa diungkapkan masyarakat atas peristiwa ini. Dan karena kita hanya manusia, bukan seperti Tuhan Yang Maha Tahu, maka hanya apa yang bisa ditangkap oleh mata saja yang menciptakan reaksi kita selanjutnya. Namun tahukah anda apa yang terjadi selanjutnya ? Apakah laki-laki ini akan mengejutkan penonton dengan benar-benar melompat hingga hidupnya berakhir tragis seperti cerita dalam sinetron? Ternyata tidak. Alangkah terkejutnya saya, ketika selanjutnya dia membentangkan sebuah spanduk merah bertuliskan NUSANTARA.
Woooww, apa maksud dari semua ini ? Tentu laki-laki ini memiliki pola pikir yang berbeda dari manusia-manusia lain pada umumnya, dan itulah yang disebut sebagian orang dengan kata gila. Padahal, kalau dipikir-pikir artinya jiwa nasionalisme orang ini sangat tinggi. Menurut saya, mungkin dia ingin menciptakan sesuatu yang beda, yaaahh, meski harus mempertaruhkan nyawanya. Di tengah kondisi Negara yang carut marut belakangan ini, barangkali ada satu atau mungkin dua pesan yang ingin disampaikannya dari satu kata bertuliskan NUSANTARA yang berkibar di atas ketinggian itu.
Berbagai masalah melanda Negara kita, Kasus Bank Century, Kasus Cicak dan Buaya, Korupsi yang merajalela, istilah menegakkan hukum seperti menegakkan benang basah, dan yang terakhir terdengar adalah heboh demo menuntut perbaikan 100 hari pemerintahan baru Pak SBY. Hmmmhh, rame juga ya Negara kita. Dan orang ini tiba-tiba mengagetkan salah satu sudut kota Jakarta di suatu pagi dengan aksinya. Hanya di salah satu sudut kota, tapi kemudian aksinya ditonton orang di seluruh penjuru negeri melalui televisi. Dan mungkin oknum-oknum yang terlibat kasus-kasus itupun menyaksikannya. Ya, seorang Indonesia melawan angin membawa kata NUSANTARA ke atas sana, agar bisa dilihat oleh semua orang. Mungkin ia ingin menyampaikan “Aku cinta Nusantara, kenapa kalian tidak ? Mungkin caraku gila, tapi jika tidak dengan cara ini, apakah kalian akan melihatku dan menyadari bahwa kalian telah kehilangan rasa cinta terhadap Nusantara ?”
Ingatkah kita pada Nusantara ? Jangan-jangan kita memang lupa…
Ya, semua orang sibuk dengan urusan ini dan itu, mementingkan diri sendiri, juga jabatan mereka masing masing. Tanpa mereka sadari bahwa masalah-masalah yang mereka buat ini hanya akan menambah warna carut marut Nusantara. Bukankah seharusnya kita semua bisa mencintai Nusantara dengan tidak melakukan hal-hal yang pada akhirnya dapat menghancurkan Nusantara itu sendiri? Katanya cinta nusantara, tapi kenapa rakyatnya tidak merasa dicintai dengan bukti banyaknya tanggapan bahwa pejabat bersenang-senang diatas penderitaan rakyat ?
Katanya cinta nusantara, tapi kenapa hutan kita sering dibabat, kekayaan alam kita dikeruk habis-habisan, hingga menyebabkan bencana banjir dan tanah longsor terjadi dimana-mana ?
Katanya cinta nusantara, cinta produk lokal, tapi kenapa para pejabat beberapa waktu lalu dibelikan 60 lebih mobil dari luar negeri dengan harga yang fantastis, lebih dari 1 M perbuahnya?
Dan masih banyak lagi fenomena “Katanya cinta… tapi kenapa…” yang lain.
Mungkin memang benar bahwa rasa cinta terhadap nusantara sudah luntur. Itulah yang mungkin ingin diungkapkan oleh laki-laki yang entah namanya siapa ini. Berhentilah berharap Nusantara akan maju jika kita tidak bisa mencintainya dengan menanamkan perilaku-perilaku yang baik untuk diri sendiri, orang lain, dan bangsa ini.
Memang saya hanya mereka-reka maksud dan tujuan dari pria yang akhirnya diturunkan oleh tim pemadam ini, hehe. Soalnya, belum sempat diwawancara wartawan, dia sudah dibawa oleh polisi untuk diperiksa kejiwaannya, meninggalkan berbagai komentar dari orang-orang yang menyaksikannya.
Namun, sebaiknya kita tidak usah meremehkan orang yang belum jelas apa maksud dan tindakannya, karena kita tidak tahu jika ternyata ada sesuatu yang mungkin baik dibalik tindakannya. Ambil positifnya saja. Dan jika nyatanya dia memang gila, toh ternyata dalam hal ini dia bisa lebih pintar dari orang-orang yang menyebutnya gila itu sendiri melalui makna dari kata NUSANTARA yang ia kibarkan diatas sana.
Tanjung, 04 Februari 2010.
Jumat, 12 Agustus 2011
EVERYTHING IS CHANGING
Bukankah dalam hidup segala sesuatu memang bisa berubah?
Bukankah setiap orang harus siap dengan segala perubahan?
Alam raya ini tidak diam, matahari tidak berada pada altitud dan azimut yang sama sepanjang masa,
Jupiter tidak selamanya berada pada zenith, tepat diatas kepalamu sebagaimana yang kau lihat di dini hari itu,
Sirius tidak selamanya mengantar matahari pulang dalam senjamu, pada waktu yang selalu kau tunggu disepanjang harimu, dimana kau biasa duduk atau berdiri didepan kamarmu untuk sekedar menyapa ia yang paling terang dalam bias senja yang jingga di ufuk barat sana,
Bila tiba saatnya, ia bisa saja justru menjemput sang surya saat kau bahkan mungkin masih terlelap dalam tidurmu, dan saat itu kau kecewa karena seringkali hanya sempat melihat sisa cahayanya yang bahkan hampir dibuat tak berarti lagi oleh tibanya sang mentari.
Langit malammu berubah, bukankah memang harusnya seperti itu?
Jika tak memahaminya, mungkin suatu hari nanti kau akan berhenti mencintai Siriusmu, kau pikir ia terlalu jahat karena tak pernah membiarkanmu lebih lama melihat kedipannya yang selalu kau kagumi itu...
Perubahan itu pasti...
Segala yang ada disekelilingmu bisa saja berubah, apapun dan siapapun, siapapun, ya, siapapun.
Dan bukankah harusnya kau siap dengan itu, peduli perubahan itu akan melukis sebuah senyuman dengan warna cerah dalam Painting of Lifemu atau bahkan melukis kesedihan dan gurat kekecewaan dengan warna yang bahkan tak ingin kau miliki dalam daftar cat warna di hidupmu.
Tapi cat warna itu selalu lengkap bahkan sejak kau belum memahami artinya, lengkap dengan 12 warna inti yang selalu siap menggores kanvas putih untuk setiap perubahan yang terjadi dalam hidupmu..
Untuk setiap perubahan yang terjadi, untuk dia dan jiwa-jiwa yang telah berubah, untuk semua yang tak sama lagi dengan yang dulu...
Tanjung, 13 agustus 2011
Bukankah setiap orang harus siap dengan segala perubahan?
Alam raya ini tidak diam, matahari tidak berada pada altitud dan azimut yang sama sepanjang masa,
Jupiter tidak selamanya berada pada zenith, tepat diatas kepalamu sebagaimana yang kau lihat di dini hari itu,
Sirius tidak selamanya mengantar matahari pulang dalam senjamu, pada waktu yang selalu kau tunggu disepanjang harimu, dimana kau biasa duduk atau berdiri didepan kamarmu untuk sekedar menyapa ia yang paling terang dalam bias senja yang jingga di ufuk barat sana,
Bila tiba saatnya, ia bisa saja justru menjemput sang surya saat kau bahkan mungkin masih terlelap dalam tidurmu, dan saat itu kau kecewa karena seringkali hanya sempat melihat sisa cahayanya yang bahkan hampir dibuat tak berarti lagi oleh tibanya sang mentari.
Langit malammu berubah, bukankah memang harusnya seperti itu?
Jika tak memahaminya, mungkin suatu hari nanti kau akan berhenti mencintai Siriusmu, kau pikir ia terlalu jahat karena tak pernah membiarkanmu lebih lama melihat kedipannya yang selalu kau kagumi itu...
Perubahan itu pasti...
Segala yang ada disekelilingmu bisa saja berubah, apapun dan siapapun, siapapun, ya, siapapun.
Dan bukankah harusnya kau siap dengan itu, peduli perubahan itu akan melukis sebuah senyuman dengan warna cerah dalam Painting of Lifemu atau bahkan melukis kesedihan dan gurat kekecewaan dengan warna yang bahkan tak ingin kau miliki dalam daftar cat warna di hidupmu.
Tapi cat warna itu selalu lengkap bahkan sejak kau belum memahami artinya, lengkap dengan 12 warna inti yang selalu siap menggores kanvas putih untuk setiap perubahan yang terjadi dalam hidupmu..
Untuk setiap perubahan yang terjadi, untuk dia dan jiwa-jiwa yang telah berubah, untuk semua yang tak sama lagi dengan yang dulu...
Tanjung, 13 agustus 2011
Kamis, 11 Agustus 2011
Selasa, 09 Agustus 2011
Need a Thousand Things
For everyone who are sitting on the floor or somewhere just to read this words, better for you to close this page and just forget it for this time, because I dont think that you will understand this topic I’m talkin about, because me the writer it self are not understand about what’s come out from my mind.
I need a thousand movies to watch, whether its about action, adventure, disaster, outer space, or horror, whatever! I dont give a shit for any choice. Or take me to a thousand beaches for snorkeling eventhough I’m not that able to swim, huh funny. Or a thousand stars with the moon on the sky to talk to, but no! it’s crazy expecting for their coming right now, they would never come when the sun is shining brightly just like everyone see out there. I want to watch a thousand fireworks that cover whole the night sky, like I do amaze watch it while sitting on the roof of the building when new year is coming, or be with my beloved friends and thousand anybody else who also watch the glowing night in the square of my hometown when feastday is coming, but once more no! Can’t you see the sun out there is laughing you for a crazy wishing right now? Okay forget!
Or a thousands planes which dont mind to take me somewhere in Venice or fairyland, yeah fairyland where probably I could find a thousand river to be crossed, a thousand sheeps in a grassland to be counted on my bed before sleeping, a thousand dwarf’s houses as in the story of Snow White to stay in, hey what the hell I’m talkin about? Is that possible? no I’m just dreaming for a dreaming life on my true life, yeah my life is not about fairytale actually. What about a thousand piano which I can dance my finger on it to play Kiss The Rain, Canon in D Major, To you all, different piano for every songs, hey but I’m not that able to playing that much, or to be the master of the difficult chord, am I?
I need a thousand... a thousand... a thousand for everythings to spend my time today to give me back that smile which has been stolen from something, honestly I dont know what to do, something to think or something to talkin about. Yeah I can’t even understand what’s on my mind, it explains me about something but I dont even know what, probably about the true which I should trust and the one (read : lie) that I shouldn’t, but am I able to make a difference between them?
I need a thousand... a thousand things to spend up and to give me back the stolen smile ! That’s all...
My hometown, Augst 9th 2011
I need a thousand movies to watch, whether its about action, adventure, disaster, outer space, or horror, whatever! I dont give a shit for any choice. Or take me to a thousand beaches for snorkeling eventhough I’m not that able to swim, huh funny. Or a thousand stars with the moon on the sky to talk to, but no! it’s crazy expecting for their coming right now, they would never come when the sun is shining brightly just like everyone see out there. I want to watch a thousand fireworks that cover whole the night sky, like I do amaze watch it while sitting on the roof of the building when new year is coming, or be with my beloved friends and thousand anybody else who also watch the glowing night in the square of my hometown when feastday is coming, but once more no! Can’t you see the sun out there is laughing you for a crazy wishing right now? Okay forget!
Or a thousands planes which dont mind to take me somewhere in Venice or fairyland, yeah fairyland where probably I could find a thousand river to be crossed, a thousand sheeps in a grassland to be counted on my bed before sleeping, a thousand dwarf’s houses as in the story of Snow White to stay in, hey what the hell I’m talkin about? Is that possible? no I’m just dreaming for a dreaming life on my true life, yeah my life is not about fairytale actually. What about a thousand piano which I can dance my finger on it to play Kiss The Rain, Canon in D Major, To you all, different piano for every songs, hey but I’m not that able to playing that much, or to be the master of the difficult chord, am I?
I need a thousand... a thousand... a thousand for everythings to spend my time today to give me back that smile which has been stolen from something, honestly I dont know what to do, something to think or something to talkin about. Yeah I can’t even understand what’s on my mind, it explains me about something but I dont even know what, probably about the true which I should trust and the one (read : lie) that I shouldn’t, but am I able to make a difference between them?
I need a thousand... a thousand things to spend up and to give me back the stolen smile ! That’s all...
My hometown, Augst 9th 2011
Rabu, 03 Agustus 2011
MALU DONK SAMA KUCING...
Hari ini saya kembali belajar tentang suatu hal, suatu hal yang sebenarnya telah saya ketahui karena pengalaman yang saya rasakan, dan mungkin suatu hal yang telah dianggap wajar oleh banyak orang, bahwa setiap orang tua memang sudah seharusnya menyayangi anaknya. Namun tadi pagi saya mendapatkan pelajaran ini pada suatu pemandangan yang sebenarnya sederhana saja, pemandangan antara sepiring makanan dan dua ekor kucing peliharaan keluarga saya.
Duduk manis dan diam. Itulah yang dilakukan oleh induk kucing itu ketika disuguhi campuran sepiring nasi beserta tulang belulang dan daging ikan sisa yang kami makan untuk sahur pagi ini. Diam melihat makanan, tentu saja bukan karena ia kucing yang bodoh atau tidak cukup pintar untuk mengetahui bahwa itu adalah makanan yang harusnya ia makan. Entah apa yang ada dibenaknya, namun jelas sekali saat itu ia sedang memperhatikan seekor kucing kecil lain berusia beberapa bulan yang tidak lain adalah anaknya sedang menyantap makanan tersebut dihadapannya. Tertegun saya melihatnya, ya, induk kucing itu hanya memperhatikan anaknya makan dan tidak mau menyantap makanan sedikitpun sebelum mendahulukan anaknya.
Mungkin selama ini kita sudah tahu dan mungkin adalah hal yang lumrah, bahwa kebanyakan orang tua di dunia ini pasti rela berkorban demi anaknya, mendahulukan kepentingan anaknya diatas kepentingannya sendiri. Namun kali ini saya mendapatinya pada seekor kucing, binatang yang memang tidak dikaruniai akal namun saya yakini memiliki perasaan. Ya, kucing itu tidak mau ikut memakan nasi diatas piring yang sebenarnya cukup besar untuk ia makan berdua dengan anaknya saat itu, setelah anaknya berhenti makan barulah ia mau memakan nasi tersebut. Ini tidak hanya terjadi sekali, namun berkali-kali setiap mereka diberi makan, selalu begitu dan selalu begitu. Betapa ia sangat menyayangi anaknya.
Dalam hal ini saya rasa ia sebagai binatang jauh lebih hebat daripada orang tua di dunia ini yang mungkin masih banyak tidak perduli pada anaknya, seperti yang sering kali muncul dalam banyaknya kasus kekerasan orang tua pada anak yang banyak kita lihat dalam tayangan berita kriminal ditelevisi. Jangankan menyayangi anaknya, mereka bahkan tidak perduli sedikitpun pada anaknya, memperlakukan anaknya layaknya budak dengan mempekerjakan mereka entah di jalanan atau dimanapun sementara mereka hanya duduk menunggu hasilnya, atau mereka tidak cukup berperasaan dengan membiarkan kaki anak kecilnya terlindas kereta api seperti yang pernah terjadi beberapa waktu lalu, atau bahkan sampai ada yang tega membunuh manusia yang tidak lain adalah darah dagingnya sendiri. Suatu perlakuan orang tua yang sama sekali tidak sebanding dengan kasih sayang seekor kucing yang saya perhatikan dengan hal sederhana yang ia tunjukkan.
Mungkin para orang tua tersebut sebenarnya mengetahui apa yang layak dan tidak layak mereka lakukan dan kasih sayang seperti apa yang harusnya mereka peruntukkan bagi anaknya, namun bisa jadi hanya sekedar diketahui tanpa benar-benar diresapi, sebuah teori belaka. Karena itulah mungkin jika tadi pagi mereka ada disini bersama saya dan melihat pemandangan ini sebentar saja, barangkali mereka akan malu karena seekor binatang yang tidak cukup pandai untuk disuruh berakting dihadapan mereka itu telah menunjukkan bahwa mereka benar-benar kalah dalam hal pengorbanan dan kasih sayang kepada anak.
Tanjung, 4 agustus 2011
Duduk manis dan diam. Itulah yang dilakukan oleh induk kucing itu ketika disuguhi campuran sepiring nasi beserta tulang belulang dan daging ikan sisa yang kami makan untuk sahur pagi ini. Diam melihat makanan, tentu saja bukan karena ia kucing yang bodoh atau tidak cukup pintar untuk mengetahui bahwa itu adalah makanan yang harusnya ia makan. Entah apa yang ada dibenaknya, namun jelas sekali saat itu ia sedang memperhatikan seekor kucing kecil lain berusia beberapa bulan yang tidak lain adalah anaknya sedang menyantap makanan tersebut dihadapannya. Tertegun saya melihatnya, ya, induk kucing itu hanya memperhatikan anaknya makan dan tidak mau menyantap makanan sedikitpun sebelum mendahulukan anaknya.
Mungkin selama ini kita sudah tahu dan mungkin adalah hal yang lumrah, bahwa kebanyakan orang tua di dunia ini pasti rela berkorban demi anaknya, mendahulukan kepentingan anaknya diatas kepentingannya sendiri. Namun kali ini saya mendapatinya pada seekor kucing, binatang yang memang tidak dikaruniai akal namun saya yakini memiliki perasaan. Ya, kucing itu tidak mau ikut memakan nasi diatas piring yang sebenarnya cukup besar untuk ia makan berdua dengan anaknya saat itu, setelah anaknya berhenti makan barulah ia mau memakan nasi tersebut. Ini tidak hanya terjadi sekali, namun berkali-kali setiap mereka diberi makan, selalu begitu dan selalu begitu. Betapa ia sangat menyayangi anaknya.
Dalam hal ini saya rasa ia sebagai binatang jauh lebih hebat daripada orang tua di dunia ini yang mungkin masih banyak tidak perduli pada anaknya, seperti yang sering kali muncul dalam banyaknya kasus kekerasan orang tua pada anak yang banyak kita lihat dalam tayangan berita kriminal ditelevisi. Jangankan menyayangi anaknya, mereka bahkan tidak perduli sedikitpun pada anaknya, memperlakukan anaknya layaknya budak dengan mempekerjakan mereka entah di jalanan atau dimanapun sementara mereka hanya duduk menunggu hasilnya, atau mereka tidak cukup berperasaan dengan membiarkan kaki anak kecilnya terlindas kereta api seperti yang pernah terjadi beberapa waktu lalu, atau bahkan sampai ada yang tega membunuh manusia yang tidak lain adalah darah dagingnya sendiri. Suatu perlakuan orang tua yang sama sekali tidak sebanding dengan kasih sayang seekor kucing yang saya perhatikan dengan hal sederhana yang ia tunjukkan.
Mungkin para orang tua tersebut sebenarnya mengetahui apa yang layak dan tidak layak mereka lakukan dan kasih sayang seperti apa yang harusnya mereka peruntukkan bagi anaknya, namun bisa jadi hanya sekedar diketahui tanpa benar-benar diresapi, sebuah teori belaka. Karena itulah mungkin jika tadi pagi mereka ada disini bersama saya dan melihat pemandangan ini sebentar saja, barangkali mereka akan malu karena seekor binatang yang tidak cukup pandai untuk disuruh berakting dihadapan mereka itu telah menunjukkan bahwa mereka benar-benar kalah dalam hal pengorbanan dan kasih sayang kepada anak.
Tanjung, 4 agustus 2011
Senin, 01 Agustus 2011
Talking about Disguise
Have you ever felt some kind of emptiness inside
You will never measure up, to those people you
Must be strong, can't show them that you're weak
Have you ever told someone something
That's far from the truth
Let them know that you're okay
Just to make them stop
All the wondering, and questions they may have
I'm okay, I really am now
Just needed some time, to figure things out
Not telling lies, I'll be honest with you
Still we don't know what's yet to come
Have you ever seen your face,
In a mirror there's a smile
But inside you're just a mess,
You feel far from good
Need to hide, 'cos they'd never understand
Have you ever had this wish, of being
Somewhere else
To let go of your disguise, all your worries too
And from that moment, then you see things clear
I'm okay, I really am now
Just needed some time, to figure things out
Not telling lies, I'll be honest with you
Still we don't know what's yet to come
Are you waiting for the day
when your pain will disappear
when you know that it's not true
what they say about you
you could not care less about the things
surrounding you
ignoring all the voices from the walls
Lagu yang berjudul Disguise oleh Lene Marlin yang menjadi salah satu soundtrack dalam drama Taiwan Twins yang booming ditahun 2003 ini adalah salah satu lagu favorit saya. Selain karena musiknya enak didengar, liriknya pun sangat berkesan untuk saya. Disguise yang berarti Menyamarkan ini adalah lagu tentang seorang gadis yang menutupi keadaanya yang sebenarnya, keadaan sesungguhnya yang pada kenyataannya tak sebaik sebagaimana yang ia tunjukkan pada orang-orang. Dari luar orang-orang melihat sebuah senyuman manis diwajahnya, jauh dari apa yang orang lain lihat, gadis itu telah kehilangan senyum itu didalam dirinya. Mungkin sebenarnya ada keinginan dari gadis itu untuk membagi apa yang ia rasakan, membagi sesuatu yang ada dibalik senyum palsunya itu, namun ia merasa bahwa semua yang ia rasakan tidak akan dapat dimengerti oleh orang lain. Kondisi ini mirip dengan lirik Lagu yang berjudul Iris dari Goo goo Dolls pada bagian reffnya :
And I dont Want the world to see me
Cause I dont think that they’d understand
When everythings made to be broken
I just want you to know who I am
Entahlah, saya rasa mungkin beberapa orang didunia ini memang pernah merasakan apa yang dirasakan oleh gadis dalam lagu Disguise ataupun pria dalam lagu Iris diatas, suatu keadaan dimana ketika kita dilanda suatu masalah, kita justru tidak bisa membaginya dengan orang lain untuk meminta saran pemecahan masalah ataupun sekedar mengeluarkan emosi yang ada di dalam diri saja. Hal itu bisa jadi karena kita merasa bahwa mungkin orang lain tidak akan benar-benar mengerti apa yang kita rasakan. Entahlah, mungkin sahabat-sahabat terbaik kita yang sebenarnya tentu bersedia untuk membantu kita berpikir bahwa kita terlalu egois untuk menyimpan semua ini sendiri, dan barangkali terpikir pula dalam benak kita bahwa mereka benar, kita memang egois. Tapi inilah kenyataannya, kadang kita benar-benar sulit untuk mengutarakan semuanya hingga kita berpikir bahwa jalan terbaik adalah Menyamarkannya, Disguise.
I'm okay, I really am now
Just needed some time, to figure things out
Not telling lies, I'll be honest with you
Still we don't know what's yet to come
Strongly kita berkata pada semua orang bahwa kita baik-baik saja, mungkin hanya perlu waktu untuk memahami semua ini, namun jika ternyata kita tidak jua merasa lebih baik dengan menyimpan dan mencoba menyelesaikannya seorang diri, dan waktu yang dimaksud itu tak jua berujung? Saya rasa ini bukanlah pemecahan masalah yang sebenarnya, karena kita belum benar-benar lepas dari sesuatu yang berada di balik kata Okay itu sendiri. Dalam diri kita yang terdalam tentunya ada perasaan ingin lepas dari semua ini, lepas dari penyamaran ini. Mungkin saat itu kita berpikir ingin sekali rasanya pergi ke suatu tempat dimana disguise itu tak perlu ada, kekhawatiran itu tak perlu ada, dan semuanya akan baik-baik saja. Lalu dimana tempat itu?
Mungkin tempat itu akan tercipta dengan sendirinya jika kita belajar untuk jujur dan membagi suatu hal yang menyebabkan Disguise ini pada orang terdekat kita, toh ternyata kita tidak merasa lebih baik dengan menyimpan dan mencoba menyelesaikannya seorang diri. Jika selama ini kita hanya membaginya pada Tuhan, mungkin sekarang kita harus belajar untuk membaginya pada orang terdekat kita yang barangkali ternyata merupakan penjelmaan dari tangan Tuhan atas cerita panjang kita padaNya selama ini.
Well done, I hope its not a kind of written only,
Hopely it’s also gonna be my way to feel better anyway.
Tanjung, 02 Agustus 2011
You will never measure up, to those people you
Must be strong, can't show them that you're weak
Have you ever told someone something
That's far from the truth
Let them know that you're okay
Just to make them stop
All the wondering, and questions they may have
I'm okay, I really am now
Just needed some time, to figure things out
Not telling lies, I'll be honest with you
Still we don't know what's yet to come
Have you ever seen your face,
In a mirror there's a smile
But inside you're just a mess,
You feel far from good
Need to hide, 'cos they'd never understand
Have you ever had this wish, of being
Somewhere else
To let go of your disguise, all your worries too
And from that moment, then you see things clear
I'm okay, I really am now
Just needed some time, to figure things out
Not telling lies, I'll be honest with you
Still we don't know what's yet to come
Are you waiting for the day
when your pain will disappear
when you know that it's not true
what they say about you
you could not care less about the things
surrounding you
ignoring all the voices from the walls
Lagu yang berjudul Disguise oleh Lene Marlin yang menjadi salah satu soundtrack dalam drama Taiwan Twins yang booming ditahun 2003 ini adalah salah satu lagu favorit saya. Selain karena musiknya enak didengar, liriknya pun sangat berkesan untuk saya. Disguise yang berarti Menyamarkan ini adalah lagu tentang seorang gadis yang menutupi keadaanya yang sebenarnya, keadaan sesungguhnya yang pada kenyataannya tak sebaik sebagaimana yang ia tunjukkan pada orang-orang. Dari luar orang-orang melihat sebuah senyuman manis diwajahnya, jauh dari apa yang orang lain lihat, gadis itu telah kehilangan senyum itu didalam dirinya. Mungkin sebenarnya ada keinginan dari gadis itu untuk membagi apa yang ia rasakan, membagi sesuatu yang ada dibalik senyum palsunya itu, namun ia merasa bahwa semua yang ia rasakan tidak akan dapat dimengerti oleh orang lain. Kondisi ini mirip dengan lirik Lagu yang berjudul Iris dari Goo goo Dolls pada bagian reffnya :
And I dont Want the world to see me
Cause I dont think that they’d understand
When everythings made to be broken
I just want you to know who I am
Entahlah, saya rasa mungkin beberapa orang didunia ini memang pernah merasakan apa yang dirasakan oleh gadis dalam lagu Disguise ataupun pria dalam lagu Iris diatas, suatu keadaan dimana ketika kita dilanda suatu masalah, kita justru tidak bisa membaginya dengan orang lain untuk meminta saran pemecahan masalah ataupun sekedar mengeluarkan emosi yang ada di dalam diri saja. Hal itu bisa jadi karena kita merasa bahwa mungkin orang lain tidak akan benar-benar mengerti apa yang kita rasakan. Entahlah, mungkin sahabat-sahabat terbaik kita yang sebenarnya tentu bersedia untuk membantu kita berpikir bahwa kita terlalu egois untuk menyimpan semua ini sendiri, dan barangkali terpikir pula dalam benak kita bahwa mereka benar, kita memang egois. Tapi inilah kenyataannya, kadang kita benar-benar sulit untuk mengutarakan semuanya hingga kita berpikir bahwa jalan terbaik adalah Menyamarkannya, Disguise.
I'm okay, I really am now
Just needed some time, to figure things out
Not telling lies, I'll be honest with you
Still we don't know what's yet to come
Strongly kita berkata pada semua orang bahwa kita baik-baik saja, mungkin hanya perlu waktu untuk memahami semua ini, namun jika ternyata kita tidak jua merasa lebih baik dengan menyimpan dan mencoba menyelesaikannya seorang diri, dan waktu yang dimaksud itu tak jua berujung? Saya rasa ini bukanlah pemecahan masalah yang sebenarnya, karena kita belum benar-benar lepas dari sesuatu yang berada di balik kata Okay itu sendiri. Dalam diri kita yang terdalam tentunya ada perasaan ingin lepas dari semua ini, lepas dari penyamaran ini. Mungkin saat itu kita berpikir ingin sekali rasanya pergi ke suatu tempat dimana disguise itu tak perlu ada, kekhawatiran itu tak perlu ada, dan semuanya akan baik-baik saja. Lalu dimana tempat itu?
Mungkin tempat itu akan tercipta dengan sendirinya jika kita belajar untuk jujur dan membagi suatu hal yang menyebabkan Disguise ini pada orang terdekat kita, toh ternyata kita tidak merasa lebih baik dengan menyimpan dan mencoba menyelesaikannya seorang diri. Jika selama ini kita hanya membaginya pada Tuhan, mungkin sekarang kita harus belajar untuk membaginya pada orang terdekat kita yang barangkali ternyata merupakan penjelmaan dari tangan Tuhan atas cerita panjang kita padaNya selama ini.
Well done, I hope its not a kind of written only,
Hopely it’s also gonna be my way to feel better anyway.
Tanjung, 02 Agustus 2011
Jumat, 29 Juli 2011
Bye July
Hi jul, bentar lagi kamu bakal pergi, dan aku harus nunggu 1 tahun lagi buat ketemu kamu...
hmmmm.... makasih ya... ternyata kamu baik juga... :)
hmmmm.... makasih ya... ternyata kamu baik juga... :)
Kamis, 14 Juli 2011
Selasa, 12 Juli 2011
Truly, I'm Talking to The Moon
I know you're somewhere out there
Somewhere far away
I want you back
I want you back
My neighbors think
I'm crazy
But they don't understand
You're all I have
You're all I have
Chorus:
At night when the stars
light up my room
I sit by myself
Talking to the Moon
Trying to get to You
In hopes you're on
the other side
Talking to me too
Or am I a fool
who sits alone
Talking to the moon
I'm feeling like I'm famous
The talk of the town
They say
I've gone mad
Yeah
I've gone mad
But they don't know
what I know
Cause when the
sun goes down
someone's talking back
Yeah
They're talking back
_Bruno Mars_
"Truly I'm talking to the moon :
Moon, He and I are under the same sky, under you, don't we?
I'm looking at you now and he look at you too, doesn't he?
I'm not a fool who sit alone talking to you, am I?
Just tell him this words which come out from my deepest heart...
I miss him so much, I already realize that this is Love which I never guess will come to me...
Tell him that I love him so much, I pretend not to care doesn't mean that I never think about him.
It's him, whom always I'm waiting for have some conversation with me everynight...
It's him, whom always on my mind...
It's him, whom always love you too...
Moon, I'm talkin to you...
Somewhere far away
I want you back
I want you back
My neighbors think
I'm crazy
But they don't understand
You're all I have
You're all I have
Chorus:
At night when the stars
light up my room
I sit by myself
Talking to the Moon
Trying to get to You
In hopes you're on
the other side
Talking to me too
Or am I a fool
who sits alone
Talking to the moon
I'm feeling like I'm famous
The talk of the town
They say
I've gone mad
Yeah
I've gone mad
But they don't know
what I know
Cause when the
sun goes down
someone's talking back
Yeah
They're talking back
_Bruno Mars_
"Truly I'm talking to the moon :
Moon, He and I are under the same sky, under you, don't we?
I'm looking at you now and he look at you too, doesn't he?
I'm not a fool who sit alone talking to you, am I?
Just tell him this words which come out from my deepest heart...
I miss him so much, I already realize that this is Love which I never guess will come to me...
Tell him that I love him so much, I pretend not to care doesn't mean that I never think about him.
It's him, whom always I'm waiting for have some conversation with me everynight...
It's him, whom always on my mind...
It's him, whom always love you too...
Moon, I'm talkin to you...
Senin, 11 Juli 2011
My Heart is Singing
From the moment you smiled, you caught my eyes...
from the moment you spoke, I found myself staring...
from the moment you laughed, I couldn't stop smiling...
because at that moment I realized I was in love with you, and I just wanna spend the rest of my life in your arms...
I can't even do anything when my mind is always about you...
Don't ask me why because I have no reason to had this love in you...
Jogja, July 11th 2011
Minggu, 10 Juli 2011
The Painting of Life
Lukisan kehidupan itu ada, dan harusnya kita bisa benar-benar membuatnya...
Tuhan memberi kita kehidupan, seperti selembar kanvas yang ada di hadapan kita sekarang...
Harusnya kita bisa melukisnya, harusnya kita bisa memberinya warna dengan goresan tinta kehidupan yang kita inginkan...
Tapi kadang perasaan bahwa kita tak benar-benar mampu untuk melukisnya ternyata benar membawa dampak pada kanvas yang telah Tuhan berikan..
Ia masih kosong, atau mungkin warna yang kita berikan terlalu pekat hingga akhirnya lukisan itu tak indah untuk dipandang...
Selalu kukatakan, This is the painting of my life, I’m the one who will paint it...
Ya, lukisan kehidupan itu ada, dan entah kapan aku bisa mempercayainya, lalu menggerakkan tanganku untuk benar-benar melukisnya menjadi seperti apa yang kuinginkan...
Jogja, 10 juli 2011
Kamis, 30 Juni 2011
Welcome July...
Rabu, 29 Juni 2011
Step Back
Entah bagi orang apakah ini hal yg sia-sia atau bukan. Tapi bagiku meluangkan waktu untuk berwisata menuju masa lalu bukan hal yg salah. Waktu dan masa lalu menjadi hal yg terlalu berharga bagiku, ada hal-hal penting dan bernilai bahkan lebih mahal dari kalung The heart of the ocean milik Kate Winslet dalam film Titanic, yang ingin slalu kucatat dalam memoriku, yg kutakut akan trhapus oleh usia suatu hari nanti.
Seringkali aku brjalan mlalui labirin panjang, melewati tahun ke tahun, menerobos masa silam. Dan jika tiba saatnya, aku akan mengambil sebuah kursi kayu dari masa lalu dan duduk diatasnya ditemani secangkir kopi hangat agar aku slalu terjaga untuk melihat dan merasakan kembali stiap moment yg ingin kuabadikan. Merasakan kembali mnjadi... Entah aku setahun yg lalu, atau sebagai aku 10 tahun yg lalu, atau mungkin menjadi aku kecil yg masih memakai sepatu merah manis yg kini hanya sebesar kepalan tanganku.
Yg pasti ada hal-hal yg tidak ingin kulupakan. Lalu aku tersenyum karena itu artinya aku masih sanggup mengingatnya dgn jelas hingga detik ini. Itu saja, sudah cukup. Dan aku akan beranjak dari kursi kayu serta meninggalkn cangkir kopi yg telah kosong utk kmbali ke masaku melalui lorong sama yg tadi kulalui. Ke masa dimana semua yg nyata sedang menunggu, semua yg belum trwujud akan terwujud. Dan pemikiranku tetap sama, tidak ada yg sia-sia dengan masa lalu.
_Jogja, 15 juni 2010_
Seringkali aku brjalan mlalui labirin panjang, melewati tahun ke tahun, menerobos masa silam. Dan jika tiba saatnya, aku akan mengambil sebuah kursi kayu dari masa lalu dan duduk diatasnya ditemani secangkir kopi hangat agar aku slalu terjaga untuk melihat dan merasakan kembali stiap moment yg ingin kuabadikan. Merasakan kembali mnjadi... Entah aku setahun yg lalu, atau sebagai aku 10 tahun yg lalu, atau mungkin menjadi aku kecil yg masih memakai sepatu merah manis yg kini hanya sebesar kepalan tanganku.
Yg pasti ada hal-hal yg tidak ingin kulupakan. Lalu aku tersenyum karena itu artinya aku masih sanggup mengingatnya dgn jelas hingga detik ini. Itu saja, sudah cukup. Dan aku akan beranjak dari kursi kayu serta meninggalkn cangkir kopi yg telah kosong utk kmbali ke masaku melalui lorong sama yg tadi kulalui. Ke masa dimana semua yg nyata sedang menunggu, semua yg belum trwujud akan terwujud. Dan pemikiranku tetap sama, tidak ada yg sia-sia dengan masa lalu.
_Jogja, 15 juni 2010_
OSIS SMANTA, mine n yours
Bersamamu kuhabiskan waktu senang bisa mengenal dirimu…
Rasanya semua begitu sempurna, sayang untuk mengakhirinya…
OSIS SMANTA. Dua kata yang singkat tapi mengandung sejuta makna. Pernah berada disini selama 2 tahun, dalam keluarga besar OSIS Smanta , adalah salah satu kebanggaan dalam hidup saya. Disinilah kami dibimbing, lalu belajar membimbing, melihat, lalu belajar melakukan, berpikir, lalu merealisasikannya dalam sebuah tindakan. Disinilah kami belajar memikul sebuah tanggung jawab, belajar menghargai satu sama lain, dan satu hal yang paling penting, disinilah kami mengetahui lebih dalam mengenai arti sebuah kebersamaan, hal yang selama ini dijunjung tinggi dalam OSIS.
Saudara-saudaraku, rasanya begitu banyak hal yang terjadi diantara kita, menemani hari-hari kita menuju kedewasaan. Banyak hal-hal gila yang pernah kita lakukan, hari dimana kita tertawa terbahak-bahak, hari dimana semua orang dilanda kebingungan yang luar biasa, hari dimana ada tangisan, juga ada hari dimana ketegangan diantara kita memuncak, serta ada hari dimana kita saling menghibur, menenangkan, dan membesarkan hati satu sama lain. Semuanya terekam menjadi sebuah kenangan indah yang tidak akan terlupakan dan menjadi bagian dari sebuah proses pendewasaan.
Untuk kakak-kakakku, terima kasih sudah jadi kakak yang baik, terima kasih atas nasehat, contoh dan bimbingan terbaiknya, mohon maaf bila selama ini sering membuat jengkel, hehe.
Untuk saudara-saudaraku, terima kasih karena kita sudah berjalan bersama selama ini, menjadi adik dan kakak bersama. Terima kasih untuk asam manis dan pahit yang tidak akan pernah terbayar dengan apapun. I will never forget U ! Hidup ala OSIS SMANTA, nano-nano Mennnnn ! haha.
Untuk adik-adikku, terima kasih karena sudah menjadi adik-adik yang baik selama ini, teruslah menjadi dewasa. Dan tetap semangat, jangan mudah menyerah. Jika suatu saat ada batu yang menghadang didepan kalian, yakinilah bahwa batu itu bukanlah sebuah penghalang yang menyebabkan langkah kalian terhenti, tapi jadikanlah batu itu sebagai pijakan untuk dilewati agar kalian bisa menapaki jalan yang lebih baik didepan sana.
Seberat apapun masalah yang pernah dilalui dalam OSIS, satu hal yang pasti bahwa saya tidak pernah menyesal ada disini, bergabung bersama kalian, dan mengenal kalian sebagai salah satu bagian penting dalam hidup saya.
Semoga apa yang telah kita dapat selama ini, akan menjadi bekal dan pelajaran berharga untuk menghadapi tantangan yang lebih dasyat yang sedang menunggu kita didepan sana.
Kakak-kakakku, sodara-sodaraku, adik-adikku, will always miss U all a lot !!!!! ^^
*Dedicated to all of my beloved brothers n sisters (Big family of OSIS SMANTA)
Tanjung, 17 April 2010

Selasa, 28 Juni 2011
2010_________________2011
2010 adalah sebuah kisah...
2010 adalah aku sebagai seorang siswa dan aku seorang mahasiswa...
2010 adalah suatu kegeramanku terhadap diri sendiri...
2010 adalah kebingungan, cemas, dan dan langkah untuk menentukan arah...
2010 adalah sebuah pertanyaan besar aku akan menjadi apa...
2010 adalah cerita yang masih abadi, tentang warna yang beragam, warna yang kontras, dan warna yang lembut disisi lain...
2010 adalah tirai yang terbuka...
2010 adalah senyuman...
2010 adalah kekhawatiran akan arah yang ada...
2010 adalah langkah pertama dengan lambaian kepercayaan...
2010 adalah satu impian yang telah tercapai...
2010 adalah genteng, langit malam Jogja dan kembang api di tiap sudutnya...
2011 adalah genteng, langit malam Jogja dan kembang api di tiap sudutnya...
2011 adalah janji...
2011 adalah pembuktian...
2011 adalah langkah untuk menjadi apa yang kumau...
2011 adalah kaki yang terus melangkah mengikuti angin...
2011 adalah sebuah jalan yang panjang...
2011 adalah aku yang sekarang...
Jogja, 01 Januari 2011.
Karena Indonesia itu aku, Indonesia itu kita.
Hari ini, sejenak sejarah seperti berulang. 17 agustus 1945, hari dimana pertama kali sang saka merah putih berkibar gagah bersama derasnya angin dan birunya langit di atas sana.
17 agustus 2010, butuh 65 tahun untuk menginjak dimensi waktu berbeda, apakah kibar kali ini adalah kibarannya yg paling gagah?
Ada yg mengatakan muak dengan negeri ini, bosan, kosong.
Ada yg bertanya dan berteriak MANA, sambil sibuk mencari zamrud khatulistiwa yg hampir tak tampak lagi wujudnya.
Ada yg berteriak BENARKAH, sambil mencari sisa2 nasi diatas jaminan nama negeri yg katanya kaya raya ini.
Ada suara tangis nyaring bayi yg baru lahir, yg ketakutan akan masa depan tempat ia dibesarkan kelak.
Suara2 itu berteriak siang dan malam, menggema, menyusur sudut kotor dibawah jembatan, mengikuti liku sungai, menyapu rata birunya samudra, menggelayut di dahan yg rapuh, meninggalkan jejak di istana negara, melesat ke ujung monas yg emas, hingga mendaki puncak tertinggi jaya wijaya.
Siapa? Teriakan siapa yg memekik hendak merobek gendang telinga itu? Indonesia? Ya, itu teriakan Indonesia sendiri.
Ketika hari ini kita mengucapkan selamat ulang taun pd Indonesia, lalu mendoakan semoga sejahtera, semoga maju, dan semoga berjaya, sesungguhnya kita sedang mendoakan diri kita sendiri, mendoakan semoga kita bisa menjadi salah satu yg berhenti berteriak, lalu meredam setiap lengkingnya yg memekakkan telinga, entah bagaimana caranya. Mendoakan semoga kita bisa menjadi salah satu yg membawa perubahan, berlari dari Sabang sampai Merauke dengan tongkat kemenangan d tangan kanan.
Perjuangan belum selesai. Menjadi yg berguna bagi nusa dan bangsa bukanlah cita2, tapi keharusan.
Semoga mampu, dan memang harus mampu.
Karena yg sedang berteriak dengan sejuta tanya itu adalah Indonesia..
Karena Indonesia itu aku, Indonesia itu kita..
_Jogja, 17 agustus 2010_
17 agustus 2010, butuh 65 tahun untuk menginjak dimensi waktu berbeda, apakah kibar kali ini adalah kibarannya yg paling gagah?
Ada yg mengatakan muak dengan negeri ini, bosan, kosong.
Ada yg bertanya dan berteriak MANA, sambil sibuk mencari zamrud khatulistiwa yg hampir tak tampak lagi wujudnya.
Ada yg berteriak BENARKAH, sambil mencari sisa2 nasi diatas jaminan nama negeri yg katanya kaya raya ini.
Ada suara tangis nyaring bayi yg baru lahir, yg ketakutan akan masa depan tempat ia dibesarkan kelak.
Suara2 itu berteriak siang dan malam, menggema, menyusur sudut kotor dibawah jembatan, mengikuti liku sungai, menyapu rata birunya samudra, menggelayut di dahan yg rapuh, meninggalkan jejak di istana negara, melesat ke ujung monas yg emas, hingga mendaki puncak tertinggi jaya wijaya.
Siapa? Teriakan siapa yg memekik hendak merobek gendang telinga itu? Indonesia? Ya, itu teriakan Indonesia sendiri.
Ketika hari ini kita mengucapkan selamat ulang taun pd Indonesia, lalu mendoakan semoga sejahtera, semoga maju, dan semoga berjaya, sesungguhnya kita sedang mendoakan diri kita sendiri, mendoakan semoga kita bisa menjadi salah satu yg berhenti berteriak, lalu meredam setiap lengkingnya yg memekakkan telinga, entah bagaimana caranya. Mendoakan semoga kita bisa menjadi salah satu yg membawa perubahan, berlari dari Sabang sampai Merauke dengan tongkat kemenangan d tangan kanan.
Perjuangan belum selesai. Menjadi yg berguna bagi nusa dan bangsa bukanlah cita2, tapi keharusan.
Semoga mampu, dan memang harus mampu.
Karena yg sedang berteriak dengan sejuta tanya itu adalah Indonesia..
Karena Indonesia itu aku, Indonesia itu kita..
_Jogja, 17 agustus 2010_
Kutitipkan rinduku
Wahai Sirius yang paling terang sinarnya di langit malam,
Lewat sinarmu yg menyejukkan itu, kutitipkan rinduku padanya.
Agar dibelahan bumi manapun dia berada, ketika dia melihat sinarmu, dia bisa merasakan bahwa aku rindu padanya.
_Jogja, 28 agustus 2010_
dikutip dari... *lupa, he.
Lewat sinarmu yg menyejukkan itu, kutitipkan rinduku padanya.
Agar dibelahan bumi manapun dia berada, ketika dia melihat sinarmu, dia bisa merasakan bahwa aku rindu padanya.
_Jogja, 28 agustus 2010_
dikutip dari... *lupa, he.
Step Your Shoes Everywhere You Want
April 2008,
On the start line...
Pagi itu, jalanan masih sepi, dinginnya udara pagi masih terasa menusuk tulang. Saya, Dewi, dan Lely duduk-duduk di teras rumah Dewi sambil menunggu angkutan antarkota yang akan membawa kami ke suatu kota disana. Akhirnya, hari ini jadi juga pergi kesana, setelah kemarin malam Dewi yang sebenarnya masih dalam keadaan sakit rela begadang sampai jam 2 malam untuk menyelesaikan cerpennya, menyusul cerpen saya yang sudah dikirim ke salah satu universitas di suatu kota disana untuk diikutsertakan dalam lomba, sementara besok akan diadakan acara seminar kepenulisan bagi para peserta. Kami memutuskan untuk pergi kesana, berhubung pada saat itu kami sedang libur karena anak-anak kelas 3 sedang melaksanakan try out. Lely yang saat itu sedang tidak ada agenda libur kemana-mana pun memutuskan untuk bergabung.
Disela waktu kami menunggu mobil jemputan, Lely sempat bertanya. “Eh, nanti kita didalam mobil tu cuma bertiga atau sama penumpang lain?” kontan saja saya dan Dewi tertawa terbahak-bahak. “Yaiyalah sama penumpang lain Lel, emangnya itu mobil mbah kita” jawab saya. Maklum, Lely memang terbiasa bepergian jauh bersama semua anggota keluarganya dengan mobil pribadi. Sedangkan Saya dan Dewi bisa dibilang jarang dan sudah lama tidak kesana, kalaupun pergi kesana, pasti bersama keluarga, rombongan, atau yang jelas dengan orang yang lebih tua. Sementara bepergian sebagai tiga remaja dengan jalur sendiri ini adalah ajang nekat bagi kami, apalagi kami masih belum hafal dan tau banyak tentang daerah yang kami tuju. Berani gak berani, jalanin aja...!
Mobil yang kami tunggu pun datang. Jarak kurang lebih 200 km kami lalui dengan berbagi cerita dan tidur di dalam mobil. Perjalanan kami tempuh selama kurang lebih 5 jam. Sekitar pukul 12 siang, entah kenapa mata saya yang pada mulanya terpejam tiba-tiba melihat tulisan besar bertuliskan nama sebuah universitas besar di tepi jalan. Hah ??? sudah sampai sini? Menurut info, tempat yang kami tuju tidak jauh dari sini. Saya pun membangunkan Dewi Lely dan memberitahu supir bahwa kami akan berhenti di Asrama Tabalong, yang kami sendiri sebenarnya tidak tau dimana tempatnya. Dan sialnya, ternyata tempat itu sudah terlewati beberapa ratus meter. Beruntung driver yang mengantar kami baik hati dan bersedia putar arah untuk mengantar kami di tempat tujuan, yaah walaupun mungkin beberapa penumpang jengkel karena kami sedikit menghambat perjalanan mereka. Pyuuhh hampir saja kami terbawa ke kota yang lebih jauh.
Dunia memang sempit...
Sesampainya disuatu tempat yang kami yakini adalah asrama tabalong, tempat untuk kami menginap beberapa malam, kamipun mencari seseorang yang bernama Rina, kaka kelas 3 tahun diatas kami yang diinformasikan oleh guru saya. Kebetulan ka Rina saat itu sedang keluar, jadilah kami disuruh menunggu. Dalam penantian dengan perut yang keroncongan, kamipun memutuskan untuk meninggalkan backpack di asrama dan mencari makan di warung-warung pinggir jalan yang ada di depan sana. Akhirnya lalapan dan ikan goreng jadi menu yang cukup untuk menghentikan demo cacing-cacing kelaparan diperut kami siang itu. Saat akan kembali ke asrama, tiba-tiba dijalan raya kami melihat Zacky teman SMA kami sedang mengendarai motornya, entah akan kemana dia. Kami berpikir sejenak, di jalanan yang cukup jauh dari kampung halaman ternyata kami bisa bertemu dengan seorang kawan secara tidak sengaja, dijalan raya pula. Kami tertawa takjub, ya, dunia memang sempit !
Setibanya di asrama, ka Rina ternyata sudah menunggu kami. Setelah berkenalan dan berbincang-bincang, ia pun mengantar kami ke kamar, di lantai 2. Ukuran kamarnya tidak terlalu besar, tapi cukuplah untuk menampung tidur kami bertiga selama 2 atau 3 malam kedepan.
Malam yang aneh...
Malam harinya, kami memutuskan untuk pergi ke salah satu pusat perbelanjaan yang tidak terlalu jauh dari asrama, yang bisa kami tempuh hanya dengan jalan kaki, ya sekalian menikmati suasana malam hari dikota orang. Namun sebelum sampai disana kami memutuskan untuk makan malam di sebuah warung dipinggir jalan. Saya dan Lely pada waktu itu memesan nasi goreng, sedangkan Dewi memesan nasi dengan ayam goreng. Dan alangkah terkejutnya Dewi ketika giliran dia membayar, ternyata harga satu porsi ayam gorengnya Rp. 16 ribu, dua kali lipat dari harga nasi goreng yang saya makan. Jadilah Dewi kesal sekali pada waktu itu, tidak menyangka bahwa harga ayam gorengnya akan semahal itu. Saya dan Lely tertawa terpingkal-pingkal sambil sesekali menggodanya, “makanya gak usah makan ayam goreng, makan nasi goreng ajalah kaya kita-kita..”
Setibanya dipusat perbelanjaan, kami langsung naik ke lantai 2 menuju toko buku dan pernak-pernik. Seorang laki-laki muda penjaga toko terlihat sangat ketat mengawasi kami, mengikuti kami perlahan-lahan saat kami memilih-milih barang ditoko tersebut. Tadinya saya mengira bahwa itu hanya perasaan saya saja, tapi ternyata Dewi dan Lely merasakan hal yang sama bahwa ada yang tidak beres dengan tatapan orang itu, matanya seakan menatap kami curiga. Tapi sudahlah, kami cuek saja. Setelah membeli beberapa barang, kami bertiga pun keluar dari toko. Sesampainya didepan toko, sebuah mobil-mobilan yang dikendalikan dengan remote control menabrak kaki kami, kami terkejut dan mencoba mencari-cari orang yang mengendalikan mobil mainan ini, ternyata, sang pemegang kendali tidak lain adalah penjaga toko yang sejak tadi mengawasi kami, entah apa maksudnya. Ada yang aneh dengan kita ? Emang kita tampang mafia ya ? atau mungkin dikiranya kita ini rampok cantik yang akan mengeluarkan pistol dan main dar dor dar dor kaya di film2 action ? Atau jangan-jangan malah kita disangka gembel ? gak segitunya deh... Pada saat itu kalau dipikir-pikir penampilan kami memang biasa-biasa saja, pake celana jeans (yah dianggapnya belel mungkin), kaos biasa, pake jaket, sendal juga emang gak bagus-bagus amat, lha terus maksudnya nabrak kaki kita apaan coba??? Tau ah gelap...
Karena khawatir pintu asrama akan ditutup jika bepergian melebihi batas waktu yang ditentukan, kamipun memutuskan untuk pulang setelah cukup puas berputar-putar dipusat perbelanjaan. Perjalanan ke asrama akan memakan waktu lumayan lama karena kami pulang hanya dengan berjalan kaki. Perlahan kami mulai menyusuri trotoar jalan raya yang tadi kami lewati. Sok paling mantap dengan arah jalan, sayapun ambil posisi paling depan, sementara Dewi dan Lely mngikuti dibelakang. Hingga kami melintasi bundaran pusat kota, tiba-tiba mata saya perlahan tapi pasti melihat sesosok lelaki tua dengan baju compang-camping berjalan berlawanan arah kearah kami. Pada saat itu saya sempat merasa takut dan ragu untuk meneruskan langkah atau tidak, tapi akhirnya kaki saya tetap melangkah kedepan karena saya meyakini bahwa orang itu adalah orang biasa, untuk apa ditakuti. Semakin lama jarak kami semakin dekat. Ketika saya berada tepat didepannya, laki-laki itu menghentikan langkah, lalu tertawa sambil menatap kami dan memperlihatkan seringai senyumnya yang malam itu bagi saya adalah senyum yang sangat mengerikan. Hingga tak dapat dihindari, Aaaaaaa........ sayapun berteriak ketakutan dan sesegera mungkin berlari kencang menjauh dari orang itu, teriakan saya ternyata disusul oleh teriakan Dewi dan Lely dibelakang yang juga segera ambil langkah seribu, kami berlari kencang dipinggir jalan dan berhenti pada tempat yang dirasa cukup aman. Beruntung orang itu tidak mengikuti kami. Sudah, cukuplah untuk orang-orang aneh yang kami jumpai malam ini!
Enjoy your day girls...
Esok paginya, kami bersiap menghadiri Seminar kepenulisan di fakultas kedokteran yang mengadakan lomba cerpen yang kami ikuti. Didepan kamar, kami berdiri dengan memakai seragam putih abu-abu yang pada waktu itu belum genap 1 tahun resmi jadi seragam kebanggaan kami. Namun tiba-tiba Dewi nyeletuk, “Eh, yang bener aja masa kita kesananya pake kostum seragam sekolah kaya gini.”
“Tapi panitianya kemarin bilang sebaiknya emang pake baju sekolah Wi” jawab saya.
“Tapi kan ini hari minggu, kebayang gak sih kalo kita jalan dipinggir jalan pake seragam sekolah hari libur kaya gini.” Jawabnya lagi. Dalam hati saya membayangkannya, lucu, lalu mengiyakan Dewi, benar juga.
“Udahlah kita pake baju bebas pantas aja, paling panitianya kemarin salah info.” Kata Dewi lagi. Akhirnya kami memutuskan pergi kesana dengan hanya memakai baju bebas. Sesampai disana, ternyata tidak ada seorang pesertapun yang memakai seragam sekolah, pyuuuh.... untunglah tadi kami sempat mengganti kostum sebelum berangkat, kalau tidak, bisa jadi semua mata akan tertuju pada kami saat ini.
Menghadiri seminar kepenulisan, setidaknya itu adalah alasan utama yang kami nyatakan pada orangtua disamping keinginan kami kesini untuk jalan-jalan dan refreshing tentunya. Lumayan banyak yang meghadiri seminar, ada peserta yang berasal dari anak SMA seperti kami, namun ada juga yang berasal dari masyarakat umum. Pembicaranya pada waktu itu adalah kak Fauzan Muttaqien yang akrab disapa ka Ozan, calon dokter sekaligus penulis yang sudah berhasil menerbitkan novelnya. Materi yang disampaikannya pun luar biasa.
Siang harinya ketika acara sudah selesai, kami memutuskan untuk kembali ke asrama untuk istirahat sejenak, setelah ini kami berencana akan pergi ke museum Lambung Mangkurat, museum yang meyimpan berbagai jenis peninggalan kerajaan Banjar. Sebenarnya kami tidak tau persis dimana letaknya, tapi menurut mbak yang tinggal di asrama, museum tidak terlalu jauh dari fakultas kedokteran yang kami datangi tadi. Namun karena tadi sudah capek jalan kaki ke tempat seminar, kami putuskan nanti perginya naik angkot saja. Tiba-tiba gerimis perlahan turun, agak ragu juga, tetap pergi kesana atau tidak, tapi dasar memang gak betah berdiam diri dikamar, akhirnya kami memutuskan untuk tetap nekat melawan gerimis menuju pinggir jalan raya untuk mencari angkot.
Setibanya disana, kami langsung membeli karcis dan masuk kedalam museum untuk berkeliling-keliling. Museum ini terdiri dari beberapa bangunan yang didalamnya ada bermacam-macam jenis peninggalan dari kerajaan Banjar. Hari sudah sore, cukup lama juga kami memutari museum, namun hujan diluar pun semakin menjadi-jadi. Dingin-dingin begini, perut memang bawaannya lapar, sehingga kami putuskan untuk berlari sambil berhujan-hujan ria keluar komplek museum untuk mencari makan diluar sana. Soto banjarpun akhirnya jadi penghangat tubuh kami pada waktu itu.
Pulangnya kami putuskan untuk jalan kaki saja, sebenarnya lumayan juga capeknya kalau melewati jalan tadi dengan jalan kaki, tapi sudahlah, selain dalam rangka penghematan, cara ini bisa jadi alternatif untuk olahraga yang selama ini telah jarang kami lakoni. Sambil menyusuri tepi jalan kami bertiga membicarakan banyak hal, kadang-kadang kami tertawa tidak jelas sambil terus melangkah, ditemani gerimis yang masih turun disepanjang jalan. Sesekali kenek angkot menghampiri kami, tapi kami tetap teguh dan tidak tergoda, Jalan Terus seperti yang dinyanyikan Sheila On 7, band favorit saya dari zaman dulu hingga zaman sekarang.
Aku mendengarkanmu...
Malam hari, kami kecapekan dan memutuskan untuk tidak pergi kemana-mana. Kami duduk-duduk saja didepan kamar, teras lantai 2 asrama. Pada mulanya kami memulai cerita-cerita gila, ngakakk ngekekk gak jelas, entahlah, rasanya saat itu kami bebas sekali untuk mengekspresikan apa yang kami inginkan, termasuk akhirnya menceritakan hal hal yang bernada mellow, hhmmmm... akhirnya malam itu menjadi ajang curhat-curhatan, kami menceritakan banyak hal ditemani malam tak berbintang hingga larut malam.(uhuukk...uhuukk).
“Jadi besok kita gimana? Pulang atau gak?”
“Atau nerusin perjalanan ketempat yang lebih jauh lagi?”
Pertanyaan-pertanyaan itu jadi perbincangan kami kemudian. Namun karena adanya beberapa pertimbangan, termasuk diantaranya karena kami belum tahu banyak tentang daerah yang ingin kami tuju, serta semakin menipisnya lembaran-lembaran yang ada disaku celana, membuat kami memutuskan untuk pulang saja besok pagi. Mengenai kota selanjutnya akan kami datangi lain waktu. Keesokan paginya, setelah berpamitan dengan kaka-kaka asrama yang baik hati dan tidak sombong, yang sudah banyak membantu, kami pun pulaaaannnggg....
Bla...bla...bla...
Ini adalah sebuah perjalanan yang biasa saja mungkin, tapi tidak bagi saya. Perjalanan yang kami lewati adalah perjalanan dengan hari yang bebas, tanpa beban, dimana kaki ini mulai berani melangkah bebas mengikuti kemanapun arah angin berhembus. Ini adalah tiga tahun yang lalu, ketika kami menjadi gadis kelas 1 SMA. Ada keinginan untuk kembali mengulang perjalanan ini, atau mungkin membuat rute perjalanan baru dengan cara semacam ini. Kita masih memiliki perjalanan yang lebih panjang dengan lika likunya yang lebih menantang, kita akan merasakannya lagi suatu hari nanti...
_Jogja, 27 januari 2011_
On the start line...
Pagi itu, jalanan masih sepi, dinginnya udara pagi masih terasa menusuk tulang. Saya, Dewi, dan Lely duduk-duduk di teras rumah Dewi sambil menunggu angkutan antarkota yang akan membawa kami ke suatu kota disana. Akhirnya, hari ini jadi juga pergi kesana, setelah kemarin malam Dewi yang sebenarnya masih dalam keadaan sakit rela begadang sampai jam 2 malam untuk menyelesaikan cerpennya, menyusul cerpen saya yang sudah dikirim ke salah satu universitas di suatu kota disana untuk diikutsertakan dalam lomba, sementara besok akan diadakan acara seminar kepenulisan bagi para peserta. Kami memutuskan untuk pergi kesana, berhubung pada saat itu kami sedang libur karena anak-anak kelas 3 sedang melaksanakan try out. Lely yang saat itu sedang tidak ada agenda libur kemana-mana pun memutuskan untuk bergabung.
Disela waktu kami menunggu mobil jemputan, Lely sempat bertanya. “Eh, nanti kita didalam mobil tu cuma bertiga atau sama penumpang lain?” kontan saja saya dan Dewi tertawa terbahak-bahak. “Yaiyalah sama penumpang lain Lel, emangnya itu mobil mbah kita” jawab saya. Maklum, Lely memang terbiasa bepergian jauh bersama semua anggota keluarganya dengan mobil pribadi. Sedangkan Saya dan Dewi bisa dibilang jarang dan sudah lama tidak kesana, kalaupun pergi kesana, pasti bersama keluarga, rombongan, atau yang jelas dengan orang yang lebih tua. Sementara bepergian sebagai tiga remaja dengan jalur sendiri ini adalah ajang nekat bagi kami, apalagi kami masih belum hafal dan tau banyak tentang daerah yang kami tuju. Berani gak berani, jalanin aja...!
Mobil yang kami tunggu pun datang. Jarak kurang lebih 200 km kami lalui dengan berbagi cerita dan tidur di dalam mobil. Perjalanan kami tempuh selama kurang lebih 5 jam. Sekitar pukul 12 siang, entah kenapa mata saya yang pada mulanya terpejam tiba-tiba melihat tulisan besar bertuliskan nama sebuah universitas besar di tepi jalan. Hah ??? sudah sampai sini? Menurut info, tempat yang kami tuju tidak jauh dari sini. Saya pun membangunkan Dewi Lely dan memberitahu supir bahwa kami akan berhenti di Asrama Tabalong, yang kami sendiri sebenarnya tidak tau dimana tempatnya. Dan sialnya, ternyata tempat itu sudah terlewati beberapa ratus meter. Beruntung driver yang mengantar kami baik hati dan bersedia putar arah untuk mengantar kami di tempat tujuan, yaah walaupun mungkin beberapa penumpang jengkel karena kami sedikit menghambat perjalanan mereka. Pyuuhh hampir saja kami terbawa ke kota yang lebih jauh.
Dunia memang sempit...
Sesampainya disuatu tempat yang kami yakini adalah asrama tabalong, tempat untuk kami menginap beberapa malam, kamipun mencari seseorang yang bernama Rina, kaka kelas 3 tahun diatas kami yang diinformasikan oleh guru saya. Kebetulan ka Rina saat itu sedang keluar, jadilah kami disuruh menunggu. Dalam penantian dengan perut yang keroncongan, kamipun memutuskan untuk meninggalkan backpack di asrama dan mencari makan di warung-warung pinggir jalan yang ada di depan sana. Akhirnya lalapan dan ikan goreng jadi menu yang cukup untuk menghentikan demo cacing-cacing kelaparan diperut kami siang itu. Saat akan kembali ke asrama, tiba-tiba dijalan raya kami melihat Zacky teman SMA kami sedang mengendarai motornya, entah akan kemana dia. Kami berpikir sejenak, di jalanan yang cukup jauh dari kampung halaman ternyata kami bisa bertemu dengan seorang kawan secara tidak sengaja, dijalan raya pula. Kami tertawa takjub, ya, dunia memang sempit !
Setibanya di asrama, ka Rina ternyata sudah menunggu kami. Setelah berkenalan dan berbincang-bincang, ia pun mengantar kami ke kamar, di lantai 2. Ukuran kamarnya tidak terlalu besar, tapi cukuplah untuk menampung tidur kami bertiga selama 2 atau 3 malam kedepan.
Malam yang aneh...
Malam harinya, kami memutuskan untuk pergi ke salah satu pusat perbelanjaan yang tidak terlalu jauh dari asrama, yang bisa kami tempuh hanya dengan jalan kaki, ya sekalian menikmati suasana malam hari dikota orang. Namun sebelum sampai disana kami memutuskan untuk makan malam di sebuah warung dipinggir jalan. Saya dan Lely pada waktu itu memesan nasi goreng, sedangkan Dewi memesan nasi dengan ayam goreng. Dan alangkah terkejutnya Dewi ketika giliran dia membayar, ternyata harga satu porsi ayam gorengnya Rp. 16 ribu, dua kali lipat dari harga nasi goreng yang saya makan. Jadilah Dewi kesal sekali pada waktu itu, tidak menyangka bahwa harga ayam gorengnya akan semahal itu. Saya dan Lely tertawa terpingkal-pingkal sambil sesekali menggodanya, “makanya gak usah makan ayam goreng, makan nasi goreng ajalah kaya kita-kita..”
Setibanya dipusat perbelanjaan, kami langsung naik ke lantai 2 menuju toko buku dan pernak-pernik. Seorang laki-laki muda penjaga toko terlihat sangat ketat mengawasi kami, mengikuti kami perlahan-lahan saat kami memilih-milih barang ditoko tersebut. Tadinya saya mengira bahwa itu hanya perasaan saya saja, tapi ternyata Dewi dan Lely merasakan hal yang sama bahwa ada yang tidak beres dengan tatapan orang itu, matanya seakan menatap kami curiga. Tapi sudahlah, kami cuek saja. Setelah membeli beberapa barang, kami bertiga pun keluar dari toko. Sesampainya didepan toko, sebuah mobil-mobilan yang dikendalikan dengan remote control menabrak kaki kami, kami terkejut dan mencoba mencari-cari orang yang mengendalikan mobil mainan ini, ternyata, sang pemegang kendali tidak lain adalah penjaga toko yang sejak tadi mengawasi kami, entah apa maksudnya. Ada yang aneh dengan kita ? Emang kita tampang mafia ya ? atau mungkin dikiranya kita ini rampok cantik yang akan mengeluarkan pistol dan main dar dor dar dor kaya di film2 action ? Atau jangan-jangan malah kita disangka gembel ? gak segitunya deh... Pada saat itu kalau dipikir-pikir penampilan kami memang biasa-biasa saja, pake celana jeans (yah dianggapnya belel mungkin), kaos biasa, pake jaket, sendal juga emang gak bagus-bagus amat, lha terus maksudnya nabrak kaki kita apaan coba??? Tau ah gelap...
Karena khawatir pintu asrama akan ditutup jika bepergian melebihi batas waktu yang ditentukan, kamipun memutuskan untuk pulang setelah cukup puas berputar-putar dipusat perbelanjaan. Perjalanan ke asrama akan memakan waktu lumayan lama karena kami pulang hanya dengan berjalan kaki. Perlahan kami mulai menyusuri trotoar jalan raya yang tadi kami lewati. Sok paling mantap dengan arah jalan, sayapun ambil posisi paling depan, sementara Dewi dan Lely mngikuti dibelakang. Hingga kami melintasi bundaran pusat kota, tiba-tiba mata saya perlahan tapi pasti melihat sesosok lelaki tua dengan baju compang-camping berjalan berlawanan arah kearah kami. Pada saat itu saya sempat merasa takut dan ragu untuk meneruskan langkah atau tidak, tapi akhirnya kaki saya tetap melangkah kedepan karena saya meyakini bahwa orang itu adalah orang biasa, untuk apa ditakuti. Semakin lama jarak kami semakin dekat. Ketika saya berada tepat didepannya, laki-laki itu menghentikan langkah, lalu tertawa sambil menatap kami dan memperlihatkan seringai senyumnya yang malam itu bagi saya adalah senyum yang sangat mengerikan. Hingga tak dapat dihindari, Aaaaaaa........ sayapun berteriak ketakutan dan sesegera mungkin berlari kencang menjauh dari orang itu, teriakan saya ternyata disusul oleh teriakan Dewi dan Lely dibelakang yang juga segera ambil langkah seribu, kami berlari kencang dipinggir jalan dan berhenti pada tempat yang dirasa cukup aman. Beruntung orang itu tidak mengikuti kami. Sudah, cukuplah untuk orang-orang aneh yang kami jumpai malam ini!
Enjoy your day girls...
Esok paginya, kami bersiap menghadiri Seminar kepenulisan di fakultas kedokteran yang mengadakan lomba cerpen yang kami ikuti. Didepan kamar, kami berdiri dengan memakai seragam putih abu-abu yang pada waktu itu belum genap 1 tahun resmi jadi seragam kebanggaan kami. Namun tiba-tiba Dewi nyeletuk, “Eh, yang bener aja masa kita kesananya pake kostum seragam sekolah kaya gini.”
“Tapi panitianya kemarin bilang sebaiknya emang pake baju sekolah Wi” jawab saya.
“Tapi kan ini hari minggu, kebayang gak sih kalo kita jalan dipinggir jalan pake seragam sekolah hari libur kaya gini.” Jawabnya lagi. Dalam hati saya membayangkannya, lucu, lalu mengiyakan Dewi, benar juga.
“Udahlah kita pake baju bebas pantas aja, paling panitianya kemarin salah info.” Kata Dewi lagi. Akhirnya kami memutuskan pergi kesana dengan hanya memakai baju bebas. Sesampai disana, ternyata tidak ada seorang pesertapun yang memakai seragam sekolah, pyuuuh.... untunglah tadi kami sempat mengganti kostum sebelum berangkat, kalau tidak, bisa jadi semua mata akan tertuju pada kami saat ini.
Menghadiri seminar kepenulisan, setidaknya itu adalah alasan utama yang kami nyatakan pada orangtua disamping keinginan kami kesini untuk jalan-jalan dan refreshing tentunya. Lumayan banyak yang meghadiri seminar, ada peserta yang berasal dari anak SMA seperti kami, namun ada juga yang berasal dari masyarakat umum. Pembicaranya pada waktu itu adalah kak Fauzan Muttaqien yang akrab disapa ka Ozan, calon dokter sekaligus penulis yang sudah berhasil menerbitkan novelnya. Materi yang disampaikannya pun luar biasa.
Siang harinya ketika acara sudah selesai, kami memutuskan untuk kembali ke asrama untuk istirahat sejenak, setelah ini kami berencana akan pergi ke museum Lambung Mangkurat, museum yang meyimpan berbagai jenis peninggalan kerajaan Banjar. Sebenarnya kami tidak tau persis dimana letaknya, tapi menurut mbak yang tinggal di asrama, museum tidak terlalu jauh dari fakultas kedokteran yang kami datangi tadi. Namun karena tadi sudah capek jalan kaki ke tempat seminar, kami putuskan nanti perginya naik angkot saja. Tiba-tiba gerimis perlahan turun, agak ragu juga, tetap pergi kesana atau tidak, tapi dasar memang gak betah berdiam diri dikamar, akhirnya kami memutuskan untuk tetap nekat melawan gerimis menuju pinggir jalan raya untuk mencari angkot.
Setibanya disana, kami langsung membeli karcis dan masuk kedalam museum untuk berkeliling-keliling. Museum ini terdiri dari beberapa bangunan yang didalamnya ada bermacam-macam jenis peninggalan dari kerajaan Banjar. Hari sudah sore, cukup lama juga kami memutari museum, namun hujan diluar pun semakin menjadi-jadi. Dingin-dingin begini, perut memang bawaannya lapar, sehingga kami putuskan untuk berlari sambil berhujan-hujan ria keluar komplek museum untuk mencari makan diluar sana. Soto banjarpun akhirnya jadi penghangat tubuh kami pada waktu itu.
Pulangnya kami putuskan untuk jalan kaki saja, sebenarnya lumayan juga capeknya kalau melewati jalan tadi dengan jalan kaki, tapi sudahlah, selain dalam rangka penghematan, cara ini bisa jadi alternatif untuk olahraga yang selama ini telah jarang kami lakoni. Sambil menyusuri tepi jalan kami bertiga membicarakan banyak hal, kadang-kadang kami tertawa tidak jelas sambil terus melangkah, ditemani gerimis yang masih turun disepanjang jalan. Sesekali kenek angkot menghampiri kami, tapi kami tetap teguh dan tidak tergoda, Jalan Terus seperti yang dinyanyikan Sheila On 7, band favorit saya dari zaman dulu hingga zaman sekarang.
Aku mendengarkanmu...
Malam hari, kami kecapekan dan memutuskan untuk tidak pergi kemana-mana. Kami duduk-duduk saja didepan kamar, teras lantai 2 asrama. Pada mulanya kami memulai cerita-cerita gila, ngakakk ngekekk gak jelas, entahlah, rasanya saat itu kami bebas sekali untuk mengekspresikan apa yang kami inginkan, termasuk akhirnya menceritakan hal hal yang bernada mellow, hhmmmm... akhirnya malam itu menjadi ajang curhat-curhatan, kami menceritakan banyak hal ditemani malam tak berbintang hingga larut malam.(uhuukk...uhuukk).
“Jadi besok kita gimana? Pulang atau gak?”
“Atau nerusin perjalanan ketempat yang lebih jauh lagi?”
Pertanyaan-pertanyaan itu jadi perbincangan kami kemudian. Namun karena adanya beberapa pertimbangan, termasuk diantaranya karena kami belum tahu banyak tentang daerah yang ingin kami tuju, serta semakin menipisnya lembaran-lembaran yang ada disaku celana, membuat kami memutuskan untuk pulang saja besok pagi. Mengenai kota selanjutnya akan kami datangi lain waktu. Keesokan paginya, setelah berpamitan dengan kaka-kaka asrama yang baik hati dan tidak sombong, yang sudah banyak membantu, kami pun pulaaaannnggg....
Bla...bla...bla...
Ini adalah sebuah perjalanan yang biasa saja mungkin, tapi tidak bagi saya. Perjalanan yang kami lewati adalah perjalanan dengan hari yang bebas, tanpa beban, dimana kaki ini mulai berani melangkah bebas mengikuti kemanapun arah angin berhembus. Ini adalah tiga tahun yang lalu, ketika kami menjadi gadis kelas 1 SMA. Ada keinginan untuk kembali mengulang perjalanan ini, atau mungkin membuat rute perjalanan baru dengan cara semacam ini. Kita masih memiliki perjalanan yang lebih panjang dengan lika likunya yang lebih menantang, kita akan merasakannya lagi suatu hari nanti...
_Jogja, 27 januari 2011_
Ijinkan Aku Melihatnya Dalam Penantian Pagiku
Pagi itu pasti akan datang, matahari tidak akan mengingkari janjinya pada dunia untuk mengganti malam, lalu menerangimu dengan sejuta hal yang ingin kau lakukan. Mungkin kau hanya butuh sedikit waktu untuk bersabar menghabiskan malam yang sungguh membosankan.....
Aku tidak mengerti kenapa kita begitu berbeda, aku ingin sekali sepertimu, begitu menikmati malam yang katamu sungguh indah. Kau bisa melihat Sirius dan kemilaunya yang juga ingin kulihat. Tapi bagiku malam ini hanya dipenuhi dengan kabut, gelap, dan tak ada apa-apa yang bisa kulihat. Aku tidak bisa menikmatinya seperti kau menikmati caramu menunggu pagimu. Apa aku memang harus menunggu pagi dengan cara lain tanpa harus menatap mereka diatas tanah lapang, seperti yang kau lakukan sekarang?Aku pernah melihatnya, Sirius dengan sinarnya yang paling terang dilangit malam. Dan kau tahu ? Sungguh aku sangat senang melihatnya. Tapi malam ini semua terasa berbeda, kabut itu terlalu tebal menutupi mataku hingga aku tidak bisa lagi merasakan cahayanya dalam gelap malam. Hanya aku yang tidak bisa merasakannya, sementara kau bisa, tersenyum dan tak melepaskan pandanganmu dari kemilaunya. Apa salah karena aku mencoba melihatnya dari posisi dimana aku berdiri sekarang? Atau aku memang harus sekuat mungkin menghilangkan kabut ini dari pandanganku?Aku tidak ingin menunggu pagi dengan cara semacam ini, sungguh bukan ini yang aku harapkan. Dan aku tidak mengerti apakah kau paham, bahwa aku sungguh ingin melihat Sirius seperti yang kau lakukan sekarang.
Pagi itu pasti akan datang, matahari tidak akan mengingkari janjinya pada dunia untuk mengganti malam, lalu menerangimumu dengan sejuta hal yang ingin kau lakukan. Malam ini pasti akan berlalu, meski akan terasa seperti seratus tahun bagimu. Hingga besok malam, Sirius akan tampak jelas dimatamu.Ijinkan aku melihatnya lagi dalam penantian pagiku...
_Jogja, 17 maret 2011_
Total Tayangan Halaman
Lencana Facebook
Lencana Facebook
About this blog
welcome to my blog...
welcome to my words...
welcome to my world...^^
welcome to my words...
welcome to my world...^^
That's who I am...

Somewhere
This is who I am
- Endah Tri Wahyuni
- A little girl in a big world. A dreamer. Love music, travelling, writing, reading, skygazing, firework, beach, mountain. Unbreakable. Mistaken. Careless. Moody. Strong enough. Friendly. Have so much to be thankfull for. Deserve to be happy. Best daughter wanna be.
Labels
- Family (4)
- Friendship (5)
- Indonesia (3)
- Jurnalism (3)
- Love (17)
- My Birthday (3)
- My Mind and Soul (37)
- sirius (1)
- Travelling (7)
Entri Populer
-
Dewi Lestari yang dikenal dengan nama pena Dee adalah salah satu penulis favorit saya. Yah, mungkin belum cukup list bacaan saya untuk dik...
-
Hmmm... ngomongin band favorit Indonesia, omonganku gak bakalan jauh-jauh dari yang namanya Sheila On 7. Buat aku, Sheila on 7 adalah ...
-
“Kamu hanya butuh waktu. Luka dibadan saja butuh waktu untuk sembuh.” Kata seorang sahabat dalam perbincangan kami pada suatu malam...
-
Tiada yang mengerti, dan mungkin diapun tidak memahami, betapa tidak nyamannya matamu memandang kepingan-kepingan kendi kalian yang kini ...
-
Tadi pagi, di sela-sela sarapan sebelum berangkat ke kantor, tidak sengaja tangan saya yang sedang memegang remote control menemukan channe...
-
Sebenarnya cukup terlambat jika baru sekarang saya menuliskan cerita perjalanan terbaru saya bersama teman-teman Lepo mania ke Puerto Rico...
-
I know you're somewhere out there Somewhere far away I want you back I want you back My neighbors think I'm crazy But they don...
-
Tahun ini Hima Fisika FMIPA UNY kembali menyuguhkan rentetan acara dan lomba jurnalistik dalam Pekan Jurnalistik Fisika (PJF). Kali ini Pe...
-
"Dunia adalah sebuah buku, dan anda yang tidak melakukan travelling kemana-mana hanya membaca satu halaman saja." (Sa...
-
Beberapa tahun yang lalu, saya pernah menceritakan tentang sebuah kampung kepada seseorang. Saya bercerita tentang bagaimana kampung it...
Thanks
Thanks for inviting my blog ! ^^
Pengikut
Diberdayakan oleh Blogger.