Laman


Jumat, 23 September 2011

Untuk Pagi yang Selalu Nyata

Untuk suatu hari yang lelah disudut ini
aku masih berdiri disini
menatap senja lekat-lekat bersama jejak kaki yang tertinggal
satu hari lagi telah berlalu
kemarin, dan kemarin lusa terucap pula kalimat itu
dan masih saja sama, dengan cahaya matahari yang hampir tak pernah kurasa lagi dalam sepenggal waktu

Ada sesuatu yang tersembunyi
sesuatu yang tak semua orang dapat mengerti, tidak pula memahami
ada langkah yang terpatri
ada cerita, barangkali pula itu anekdot yang terselip di bibir

Aku masih saja seperti orang yang tak waras, berdialog dengan waktu memintanya untuk kembali
untuk tahun, bulan, minggu, hari, menit, dan detik yang telah berlalu
nihil ketika aku sadar bahwa esok pagi adalah kenyataan
dan harusnya aku mampu berdamai dengan itu

Dan senja ini masih sama
tiada janji yang berani ia ukir disana, pada cakrawala yang sebentar lagi akan ia tinggalkan hingga kan lenyap perlahan di mataku...
janji tentang kenyataan disuatu pagi

Untuk suatu hari yang lelah disudut ini
dan pagi yang akan selalu nyata...

Sabtu, 10 September 2011

Kibar Kata Nusantara

Tulisan lama...

“Seorang laki-laki nekat panjat menara telkom”
Itu judul dari salah satu berita yang saya tonton pada siang itu. Berita yang cukup unik memang, karena penasaran akhirnya saya yang biasanya kurang tertarik menonton berita akhirnya duduk manis di depan Televisi. Wooow, pasti penasaran. Apa maksud orang ini? Mau terjun bebas? Memperbaiki system perkabelan ? atau mungkin mau duluan menangkap rejeki yang kata orang mungkin bisa jatuh dari langit ? Ternyata bukan ini dan bukan itu juga alasan dari laki-laki ini.
Pagi itu, ketika matahari masih malu-malu menampakkan wajahnya, salah satu sudut kota Jakarta dihebohkan oleh aksi seorang lelaki yang tiba-tiba saja sudah berada di atas menara tanpa alat pengaman satupun, salah langkah sedikit saja, bisa jadi aksinya menjadi ajang penghantar nyawa dirinya sendiri kepada Sang Pencipta. Orang-orang mulai berkerumun membuat keramaian dadakan di bawah menara, menyaksikan sebuah aksi nekat dari seseorang yang entah apa tujuannya. Sebagian ada yang panik, lalu menelpon pemadam kebakaran untuk menurunkan orang ini. Sebagian lagi ada yang tertawa, lalu sesekali meletakkan telunjuknya di kening, ada juga yang hanya lewat dan melongo sesaat melihat sesosok tubuh manusia di atas sana, bahkan mungkin ada yang berpikir begini, “Daripada lu manjat menara tinggi-tinggi ga jelas, mendingan perbaiki atap rumah gue yang bolong aja noh”. Memang berbagai macam reaksi yang bisa diungkapkan masyarakat atas peristiwa ini. Dan karena kita hanya manusia, bukan seperti Tuhan Yang Maha Tahu, maka hanya apa yang bisa ditangkap oleh mata saja yang menciptakan reaksi kita selanjutnya. Namun tahukah anda apa yang terjadi selanjutnya ? Apakah laki-laki ini akan mengejutkan penonton dengan benar-benar melompat hingga hidupnya berakhir tragis seperti cerita dalam sinetron? Ternyata tidak. Alangkah terkejutnya saya, ketika selanjutnya dia membentangkan sebuah spanduk merah bertuliskan NUSANTARA.
Woooww, apa maksud dari semua ini ? Tentu laki-laki ini memiliki pola pikir yang berbeda dari manusia-manusia lain pada umumnya, dan itulah yang disebut sebagian orang dengan kata gila. Padahal, kalau dipikir-pikir artinya jiwa nasionalisme orang ini sangat tinggi. Menurut saya, mungkin dia ingin menciptakan sesuatu yang beda, yaaahh, meski harus mempertaruhkan nyawanya. Di tengah kondisi Negara yang carut marut belakangan ini, barangkali ada satu atau mungkin dua pesan yang ingin disampaikannya dari satu kata bertuliskan NUSANTARA yang berkibar di atas ketinggian itu.
Berbagai masalah melanda Negara kita, Kasus Bank Century, Kasus Cicak dan Buaya, Korupsi yang merajalela, istilah menegakkan hukum seperti menegakkan benang basah, dan yang terakhir terdengar adalah heboh demo menuntut perbaikan 100 hari pemerintahan baru Pak SBY. Hmmmhh, rame juga ya Negara kita. Dan orang ini tiba-tiba mengagetkan salah satu sudut kota Jakarta di suatu pagi dengan aksinya. Hanya di salah satu sudut kota, tapi kemudian aksinya ditonton orang di seluruh penjuru negeri melalui televisi. Dan mungkin oknum-oknum yang terlibat kasus-kasus itupun menyaksikannya. Ya, seorang Indonesia melawan angin membawa kata NUSANTARA ke atas sana, agar bisa dilihat oleh semua orang. Mungkin ia ingin menyampaikan “Aku cinta Nusantara, kenapa kalian tidak ? Mungkin caraku gila, tapi jika tidak dengan cara ini, apakah kalian akan melihatku dan menyadari bahwa kalian telah kehilangan rasa cinta terhadap Nusantara ?”
Ingatkah kita pada Nusantara ? Jangan-jangan kita memang lupa…
Ya, semua orang sibuk dengan urusan ini dan itu, mementingkan diri sendiri, juga jabatan mereka masing masing. Tanpa mereka sadari bahwa masalah-masalah yang mereka buat ini hanya akan menambah warna carut marut Nusantara. Bukankah seharusnya kita semua bisa mencintai Nusantara dengan tidak melakukan hal-hal yang pada akhirnya dapat menghancurkan Nusantara itu sendiri? Katanya cinta nusantara, tapi kenapa rakyatnya tidak merasa dicintai dengan bukti banyaknya tanggapan bahwa pejabat bersenang-senang diatas penderitaan rakyat ?
Katanya cinta nusantara, tapi kenapa hutan kita sering dibabat, kekayaan alam kita dikeruk habis-habisan, hingga menyebabkan bencana banjir dan tanah longsor terjadi dimana-mana ?
Katanya cinta nusantara, cinta produk lokal, tapi kenapa para pejabat beberapa waktu lalu dibelikan 60 lebih mobil dari luar negeri dengan harga yang fantastis, lebih dari 1 M perbuahnya?
Dan masih banyak lagi fenomena “Katanya cinta… tapi kenapa…” yang lain.
Mungkin memang benar bahwa rasa cinta terhadap nusantara sudah luntur. Itulah yang mungkin ingin diungkapkan oleh laki-laki yang entah namanya siapa ini. Berhentilah berharap Nusantara akan maju jika kita tidak bisa mencintainya dengan menanamkan perilaku-perilaku yang baik untuk diri sendiri, orang lain, dan bangsa ini.
Memang saya hanya mereka-reka maksud dan tujuan dari pria yang akhirnya diturunkan oleh tim pemadam ini, hehe. Soalnya, belum sempat diwawancara wartawan, dia sudah dibawa oleh polisi untuk diperiksa kejiwaannya, meninggalkan berbagai komentar dari orang-orang yang menyaksikannya.
Namun, sebaiknya kita tidak usah meremehkan orang yang belum jelas apa maksud dan tindakannya, karena kita tidak tahu jika ternyata ada sesuatu yang mungkin baik dibalik tindakannya. Ambil positifnya saja. Dan jika nyatanya dia memang gila, toh ternyata dalam hal ini dia bisa lebih pintar dari orang-orang yang menyebutnya gila itu sendiri melalui makna dari kata NUSANTARA yang ia kibarkan diatas sana.

Tanjung, 04 Februari 2010.