Laman


Jumat, 27 Desember 2013

SHADOW

Tidak banyak orang bisa mengerti seperti apa rasanya menjadi bayangan, seperti apa rasanya menjadi objek yang tak benar-benar ada. Kamu tidak pernah tahu, akankah bayangan itu hanya akan tetap menjadi bayangan, akankah bayangan itu berubah menjadi nyata.

Tidak ada yang salah ketika sebuah awal telah diputuskan bersama, ketika kalian jatuh-sejatuhnya. Tidak ada yang salah dengan keberadaan dua anak manusia yang sama-sama telah menemukan seorang kawan untuk berlari disampingnya, mencari arah baru sejauh-jauhnya agar lupa jalan kembali ke tempat yang katanya mereka tidak ingin kembali.  Konsep untuk saling menyelamatkan barangkali tidak salah jika disebut sebagai alasan awal mengapa kalian berlari bersama saat itu. Tidak ada yang salah pula ketika misi penyelamatan pada akhirnya berubah menjadi misi menjatuhkan hati, itu anggapan kalian saat itu.

Sesekali kalian berhenti sejenak untuk bercengkerama di sepanjang jalan yang hanya milik kalian, bahagia diatas jejak-jejak langkah yang hanya milik kalian pula, tanpa seorangpun tahu bahwa disitu ada jalan, disitu ada kalian, entah karena kalian tidak ingin membaginya atau memang mereka tidak perlu tahu tentang hal ini. Kamu mengerti, deklarasi menjadi tidak begitu penting lagi saat ini, kamu bahagia, dia bahagia, itu cukup, itu anggapanmu. Kamu butuh dia yang bisa menutup rasa lamamu yang terlampau berkarat, dia yang mampu membuatmu jatuh pada hati yang baru.

Andai saja jejak langkah yang sudah kalian lalui cukup untuk membayar masa lalu, maka tidak ada yang perlu dikhawatirkan lagi. Tapi entah kenapa dia harus menjadi bagian yang tidak terselamatkan dalam hal ini. Jejak langkahmu disampingnya hanyalah sepersekian dari jejak langkah yang pernah ia lalui dimasa lalu, kamu bukannya tidak paham akan hal itu, kamu bukannya tidak paham dengan resiko yang kamu ambil saat kamu memutuskan untuk berlari disampingnya, kamu bukannya tidak sadar dengan apa yang selama ini kamu takutkan.

Terlanjur, terlanjur kamu masuk kedalam cerita ini, terlanjur kamu jatuh hati. Kamu seperti sedang berdiri diujung menara, melangkah kedepan kamu jatuh, kebelakangpun juga sama. Kamu diam ditempat sembari membuat bayangan dibawah sana sambil memikirkan resiko baru yang harus kamu ambil. Moga-moga kamu tidak sampai membatu karena itu. Tapi hati punya pilihannya sendiri. Jika kamu terpikir akan hal itu, seharusnya kamu tidak perlu sampai membatu karena terlalu lama memikirkan  apa yang harus kamu lakukan selanjutnya.


Tidak banyak orang bisa mengerti seperti apa rasanya menjadi bayangan, seperti apa rasanya menjadi objek yang tak benar-benar ada. Kamu tidak pernah tahu, akankah bayangan itu hanya akan tetap menjadi bayangan, akankah bayangan itu berubah menjadi nyata.

Jogja, 28 Desember 2013

Rabu, 06 November 2013

Selamat Ulang Tahun


Malam itu hujan, seseorang tengah mengendarai motornya dengan mengenakan jas hujan yang membuatnya tampak lebih mirip dengan batman jadi-jadian di musim hujan, di pundaknya tergantung ransel berisi  setumpuk kertas yang menyita perhatiannya sampai detik itu. Beberapa hal tengah membuntutinya sejak hari-hari sebelumnya, terlalu banyak yang menyita, kertas, kepingan puzzle yang tiada wujudnya, musim, dan setiap inci perubahan yang hampir tidak ia perdulikan. Deru motornya terus melaju dan menyatu dengan rintik yang masih menyisa di kota itu, tanpa tahu setelah pukul 00.00 diawal tanggal baru nanti nanti apakah langit berubah menjadi lebih cerah ataukah masih sama saja. 

Ia hampir lupa seperti apa rasanya menunggu detik-detik pergantian usia yang dulu dianggapnya sebagai sesuatu yang sakral, dimana ia terbiasa menunggu waktu mengantarkannya tepat pukul 00.00 sambil menghitung mundur ditemani pekat malam di awal tanggal yang dianggapnya sanggup menjanjikan terwujudnya segala keinginan.

Banyak hal di hari-hari sebelumnya yang telah hilang, siapa sangka ia mendadak berubah menjadi orang yang semakin asik dengan dunianya sendiri, tanpa perduli dengan orang-orang yang memprotes dan berkata jangan, bertanya-tanya dalam hati apakah orang-orang yang terlampau peka atau ialah yang kini tampak menjadi makhluk paling tidak peka ditengah banyak hal yang menuntut kepekaannya dalam segala hal. 

Menjelang awal hari yang mereka sebut spesial, ternyata masih belum juga berhasil bermetamorfosa menjadi sebuah penantian yang spesial baginya. Hari ini terlalu lelah, jika sanggup menunggu dan tidak tertidur ya syukur,  jika tertidur pun tak lagi menjadi masalah baginya, pekat malam di pukul 00.00 tidak  selalu sanggup menjanjikan keinginan yang terwujud.

Ia tidak ingin mencipta apa-apa lagi sebagai simbol bergantinya usia, tanpa itu, kedua angka kembar itu sudah sah. Jika ada yang harus diminta, maka ia meminta hal-hal yang hilang hanyalah hilang sesaat saja, sebagaimana barang tercuri yang dikembalikan oleh pencurinya yang tadinya khilaf lalu kini insaf. Lucunya, ia sendiri tidak  tahu pasti, apa yang hilang dan apa pula yang menghilangkan , ia hanya ingin sesuatu yang hilang itu agar kembali ketempatnya. Tak mengapa, itu harapan untuk tanggal spesial, Tuhan Maha Tahu, lebih mengetahui apa yang ia minta meski ia sendiri tak bisa mendefinisikan apa yang sedang ia pinta.

Tak harus mensakralkan pukul 00.00, tak harus meminta di hari itu, tak harus mengandalkan pekat malam di awal tanggal itu sebagai lambang yang menjanjikan perwujudan keinginan dari segala harapan. Memintalah kapan saja, nikmatilah setiap detik yang ada. Saat ia menuliskan tulisan ini sambil meminta, 4 November di tahun ini bahkan sudah tak lagi ada.   

Selamat Ulang Tahun :D
Selamat menerima kembali sesuatu yang hilang, selamat menikmati hidup sehidup-hidupnya ! :D

Jogja, 6 November 2013


Sabtu, 21 September 2013

I'm Always on The Way Back Home


Sebagaimana yang selama ini saya percaya, bahwa dimanapun berada dan sejauh apapun seseorang melangkah, ia pasti selalu memiliki orang-orang yang disebut dengan keluarga, ia pasti selalu memiliki tempat untuk pulang...

Jogja, 21 September 2013
                  Keluarga baru lagi. Itulah yang diberikan Tuhan kepada saya bahkan sebelum sempat saya meminta. Ya, Tuhan tahu apa yang  kita perlu bahkan ketika kita sendiri belum sempat meminta itu kepadaNya. Perihal tuntutan akademis untuk melaksanakan KKNPPL akhirnya mempertemukan saya dengan 15 orang mahasiswa lain dengan latar jurusan berbeda-beda yang juga ditugaskan ke SMAN 2 Bantul, yang pada akhirnya menjadi keluarga baru bagi saya. 

                      Tak terasa waktu berjalan begitu cepat. KKNPPL  yang beberapa bulan lalu lebih banyak kami anggap sebagai beban berat akhirnya berakhir di bulan september ini. KKNPPL yang menyimpan beban yang disatu sisi melegakan namun disisi lain rasanya enggan untuk ditinggalkan.  Beban yang menyatukan keenambelas orang ini dalam suatu kebersamaan yang terlalu manis untuk dikenang, yang nyatanya menyedihkan untuk ditinggalkan. Entah ini keberuntungan macam apa, disaat beberapa teman saya di kelompok KKNPPL lain berkeluh kesah tentang masalah-masalah dalam kelompoknya, saya justru bersyukur karena dibersamai oleh orang-orang yang ringan tangannya dalam pekerjaan, nyaman pundaknya untuk bersandar, mudah terlepas bebannya oleh tawa kebersamaan, dan tak ketinggalan, senantiasa seiya sekata dalam kerempongan. 

                Ah, saya pasti akan sangat merindukan kalian teman-teman. Yogi, pak ketua, si om, yang penyabar tapi juga kadang rempong. Yeni, si mbok, si belahan jiwa yang banyak kesamaan selera dengan saya. Diani, si mamol, anak gunung yang anggun dan sregep nulis diary kkn. Akhor, teman duet saya bernyanyi dan main gitar di kontrakan karena kami memiliki banyak kesamaan dalam selera musik. Sri, Sisrol yang selalu jadi juara tercepat menghabiskan makanan dibanding teman-teman semeja makannya. Erni, Ern anak kecil unyu rekan small circlenya mba endach. Sigit, yang jari telunjuknya setiap subuh setia membangunkan teman-temannya di kontrakan walaupun seringkali diprotes karena dianggap membangunkan terlalu subuh. Tyas, yang khas dengan nada piyee panjangnya yang akhirnya jadi trendsetter didalam kelompok.  Aris yang khas dengan wajah tenang dan innosencenya. An’an yang jago main hulahop dan selalu tidur dengan Busepalus boneka beruang ungunya. Nia, yang paling gagah diantara jejeran rekan cewek lainnya. Raras, yang juga suka sama lagu-lagunya Avril. Boni, yang hobbi menanyakan perihal kebahagiaan orang “terus koe bahagia nek.... blablabla.”. Qonik, choniah yang dari luar keliatan kalem dan anteng tapi aslinya suka bikin orang ketawa.  Dan Eva, Epul si gadis geje  yang suka usil, yang pelor sekali nempel langsung molor,  dan yang paling sering membersamai saya kesana kemari.

                     Saya, si mba endach yang kalau nginap di kontrakan tidurnya paling telat sendiri dan kadang bikin kalian susah memejamkan mata karena lampu ruangan yang masih cetar benderang, yang paling anti dengan serangan ranjau udara anak-anak kontrakan,  yang sering telat datang ke sekolah karena tidak sempurna dalam melakukan misi penyeruputan jogja-bantul, yang sedih gundah gulana kalo pas lagi gak bawa uang kas saat kalian menyerahkan lembaran kuitansi persis kaya debt collector lagi nagih utang, bakal kangen kalian semua teman-teman...  Terima kasih sudah menyelipkan saya diantara kalian, suatu kehormatan bisa menjalankan tugas bersama kalian. :)


Sejauh apapun seseorang melangkah, ia pasti selalu memiliki orang-orang yang disebut dengan keluarga, dan ia pasti selalu memiliki tempat untuk pulang... dan orang itu kalian, dan tempat itu kalian, karena bersama kalian saya merasa nyaman.

Jumat, 16 Agustus 2013

FIRASAT


Firasat, kalau kata Dee bilang, firasat adalah cara bagaimana alam berbicara kepada kita. Banyak penelitian-penelitian yang mengungkapkan bahwa alam sebenarnya memang memiliki hubungan yang erat dengan manusia, tidak hanya dari sisi lahiriah namun juga batiniah. Bahkan Rhonda Bryne dalam bukunya The Secret mengatakan bahwa alam berhubungan erat dengan pikiran seseorang, seperti apa kita berfikir tentang suatu hal,  maka seperti itu pulalah alam akan mendukung apa yang kita pikirkan hingga alam mewujudkan apa yang kita pikirkan agar menjadi nyata, begitulah cara alam memperlakukan kita.

Bagaimana dengan firasat? rasanya firasat lebih dulu datang mendahului apa yang belum  terpikirkan di benak kita, dan firasat seringkali berbicara kepada kita melalui alam, baik melalui alam sadar maupun alam bawah sadar. Firasat barangkali benar adalah cara alam berbahasa kepada kita, tapi mengendalikannya adalah diluar kuasa kita, mengenai kapan dan untuk suatu pertanda apa.

Pernahkah disuatu pagi anda bangun dari tidur anda dengan suatu mimpi buruk yang masih meninggalkan jejak yang bahkan terlalu menakutkan dalam ingatan anda ketika anda bangun? mimpi yang membuat sepanjang  hari anda menjadi suram, mimpi yang membuat anda kebingungan harus berbuat apa. Anda terpikir bahwa mimpi itu membawa suatu pertanda yang akan terjadi dalam hidup anda, namun sayangnya itu pertanda yang sama sekali tidak anda inginkan, dan anda berusaha sekuat tenaga untuk menganggap itu pertanda yang terlalu jauh untuk masuk dalam kategori fakta yang dapat dipercaya. Anda bertanya kepada siapa saja, tapi sayangnya mereka sama saja, percaya sebagaimana semua orang selama ini percaya, pertanda sesuatu akan hilang, begitu katanya. Anda memutuskan untuk tidak lagi bertanya karena hanya akan membuang-buang waktu saja, toh mereka menjawabpun anda menolak untuk percaya. Anda baru tahu seperti apa beratnya melawan arus sendirian, tidak percaya apa yang orang lain percaya bahwa itu pertanda. Anda tidak perduli pada akhirnya siapa yang akan menang, anda atau mereka, anda hanya perlu menentang didalam hati anda, itu yang anda tahu.

Entah apa itu namanya,  anda benar-benar tidak percaya atau hanya berpura-pura tidak percaya, ketika selanjutnya anda memberanikan diri untuk menghubungi seseorang diujung sana, mendengar suaranya tanpa menanyakan kabarnya, bertingkah seolah tidak ada yang sedang anda khawatirkan, lalu menghela nafas lega dan menarik kesimpulan bahwa seseorang yang anda khawatirkan ternyata baik-baik saja. Itu menjadi bukti yang sudah cukup bagi anda untuk tidak percaya lalu menenggelamkan mimpi buruk itu seolah tak pernah ada. Anda bukanlah orang yang pandai menangkap suatu pertanda dari alam, termasuk pertanda yang dikirim dari alam bawah sadar, itu yang anda percaya.

Sampai pada suatu ketika, semuanya telah terjadi, sesuatu telah benar-benar hilang, anda benar-benar merasakan kehilangan besar dalam hidup anda. Butuh waktu cukup lama bagi anda untuk menyadari bahwa alam pernah berbicara kepada anda sebelumnya, saat dimana anda menolak mentah-mentah untuk membangun komunikasi dua arah dengannya, anda tidak menyadari bahwa saat itu suatu pertanda telah diberikan alam bawah sadar anda, dengan izin Tuhan tentunya.

Setiap orang pasti punya pengalaman sendiri-sendiri tentang firasat, sayapun demikian. Firasat seringkali menyelinap masuk dalam kehidupan seseorang tanpa permisi, tanpa diminta, dan mewujud dalam berbagai cara, entah apa tujuannya, meminta seseorang yang diberi firasat agar bersiap-siap untuk menerima apa yang akan terjadi, tapi untuk apa jika hanya itu saja alasannya? Untuk apa jika pada akhirnya kita tetap tidak bisa mencegah dan merubah apa-apa?

“Jika kamu dimampukan untuk mencegah, kamu pasti mampu. Tapi jika tidak, seberapa besarpun usaha kamu untuk mencegah, maka kamu tetap tidak akan bisa. Saat mendapatkan pertanda, yang perlu kamu lakukan hanyalah menerima, menerima saat pertanda itu datang, dan menerima apa yang akan terjadi setelahnya...” itu inti dari jawaban yang ditulis Dee dalam cerita firasat dalam buku Rectoverso yang menjadi salah satu buku favorit saya. Barangkali benar bahwa firasat mengajarkan kita untuk terlebih dulu berdamai dengan kenyataan, lalu menerima dan mengikhlaskan apa yang akan terjadi.

 Tanjung, 11 Agustus 2013

Kamis, 04 Juli 2013

TERLALU MAHAL UNTUK SEKEDAR SENSASI


Beberapa hari lalu secara tidak sengaja google menuntun saya menemukan sebuah artikel menarik bertajuk Foto Menyentuh: Pengantin Wanita Menangis di Makam Ayahnya. Artikel itu menarik bagi saya, dan menjadi lebih menarik lagi setelah menyimak tanggapan-tanggapan orang di dunia maya setelah berita tersebut disebarluaskan. Berikut saya tampilkan cuplikan teks dari artikel yang saya baca.

Foto tersebut ditampilkan dalam akun Facebook perusahaan fotografi Zander & Breck Photography. Adalah fotografer bernama Kari Wieringa yang membuat foto itu saat kliennya bernama Paige Eding menikah 7 Juni lalu.
Sebelum pergi ke gereja untuk menikah, Paige yang sudah memakai gaun pengantin meminta agar bisa datang ke kuburan ayahnya terlebih dulu. Ayah Paige, Mark Winia, meninggal 18 bulan lalu dalam usia 45 tahun karena sakit infeksi paru-paru.
Dengan dandanan sudah siap berjalan di altar, Paige mendatangi makam ayahnya. Dia kemudian menjadi sangat emosional saat tiba di depan kuburang sang ayah. Wanita 23 tahun itu terduduk lemas dan tampak menangis. Momen itu diabadikan oleh Kari sang fotografer.
Foto yang menampilkan kesedihan Paige tersebut kemudian ditaruh Kari di akun Facebook perusahaan fotografinya seminggu setelah pernikahan. Tentunya sudah dengan izin sang mempelai wanita. Tidak lama setelah ditampilkan di Facebook, foto tersebut langsung menjadi buah bibir.

Banyak orang menanggapi foto tersebut dengan komentar positif namun banyak pula yang menanggapinya dengan komentar negatif. Yah sah-sah saja mengingat semua orang merdeka untuk bersuara. Dan “Paige hanya sekedar mencari sensasi”. Wooow, kalimat tersebut sukses menyita perhatian saya. Mencari sensasi dalam moment seperti ini? Mungkinkah?

Menurut apa yang dikatakan oleh sebagian  orang, anak perempuan biasanya memiliki rasa sayang yang amat besar kepada ayahnya. Sebagai seseorang yang terlahir sebagai seorang perempuan saya turut mengiyakan apa yang mereka katakan tentang hal ini. Sosok ayah, bapak, abah, abi, daddy, papa, atau apalah gelar yang diberikan anak kepada lelaki terhormat ini, adalah sosok seorang laki-laki yang membimbing, melindungi, mengayomi, dan membuat anak perempuannya merasa aman.

Dan tentang pernikahan. Katakan saja bahwa saya tidak tahu banyak tentang pernikahan karena saya sendiri belum mengalami :p. Sedikit yang saya tahu tentang pernikahan barangkali adalah nilainya,  dan “penting” adalah representasi nilai kualitatif yang saya tahu untuk sebuah pernikahan.

Dalam sebuah momen penting, setiap orang pasti ingin dihadiri oleh orang yang berperan penting pula dalam hidupnya.  Dan dalam kondisi normal, saya rasa tidak ada seorang anak perempuanpun yang ingin menikah tanpa dihadiri oleh ayahnya. Bagaimana tidak? Seorang putri yang dalam hitungan belasan bahkan puluhan tahun telah dilindungi dan didampingi oleh seorang laki-laki dengan titel ayah kini harus berpindah dibawah perlindungan dan bimbingan laki-laki lainnya. Permohonan izin untuk hal itu, pastilah menjadi kalimat  yang ingin ia ucapkan langsung kepada orang yang seharusnya, hanya kepada ayahnya saja dan bukan melalui orang lain sebagai wakilnya. Seperti orang ingin berupacara, dengan ayahnya saja yang bisa menempati posisi sebagai inspektur upacara.

Adalah sebuah hak, mengatakan bahwa adegan gadis yang berhasil ditahan dalam sebuah jepretan kamera tersebut hanyalah sensasi belaka. Tapi tahukah apa rasanya kehilangan dan merindukan seseorang yang tidak mungkin kembali?  Banyak dari orang-orang mengaku mengerti akan hal ini tapi nyatanya gagal dalam hal turut merasakan. Setiap orang pernah kehilangan, setidaknya itu membuat saya yakin bahwa semua orang pasti tahu bagaimana rasanya kehilangan walaupun bukan ia yang mengalaminya secara langsung, dan nyatanya mungkin saya keliru. Jika saya benar, bagaimana bisa airmata kerinduan akan sosok yang telah hilang dari gadis itu dikatakan oleh sebagian orang sebagai harga yang pantas untuk sebuah sensasi? Pernikahan itu penting, dan rasa  kehilangan kadang membekas lama dalam hati seseorang. Tidak secuilpun dari kedua hal tersebut memungkinkan untuk dijadikan sebagai modal  untuk sekedar mencari sensasi bagi seseorang. Setidaknya itu kata saya, terserah apa kata mereka.

Jogja, 4 Juli 2013.

............
Suatu hari saat mata semua orang tertuju padamu dan orang yang sedang duduk disampingmu, mata kamu akan mencari-cari seseorang, lalu kamu sadar bahwa indra penglihatanmu tidak cukup mampu untuk menembus jiwa yang tidak lagi menempati raga. Hatimu yang akan merasa, bahwa ia hadir disana, menjadi inspektur dalam upacaramu dan menempati posisi yang seharusnya. Lalu moment itu akan berjalan sempurna.
............

Minggu, 30 Juni 2013

LEPO MANIA GOES TO PUERTO RICO


Sebenarnya cukup terlambat jika baru sekarang saya menuliskan cerita perjalanan terbaru saya bersama teman-teman Lepo mania ke Puerto Rico. Kesibukan ujian akhir semester, kegiatan KKN, dan proposal skripsi, berbagai kegiatan itu tampaknya benar-benar sukses menyita waktu saya sehingga membuat saya jarang menulis dan blog saya terkesan kurang update (mencari kambing hitam, hehe :p). Tapi  pepatah bilang lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali, jadi saya akan segera menuliskannya sekarang. Lebih baik terlambat daripada lebih terlambat lagi dan semakin lupa dengan apa yang mau dituliskan. :p

Indonesia tanah air beta !
            Pada tanggal 19-20 Juni 2013 yang lalu, Lepo mania kembali menggelar touring lintas kota yang kali ini menjadikan Puerto Rico alias Purwokerto dan Purbalingga sebagai tujuan akhirnya. Touring ini konon katanya disebut-sebut sebagai touring terakhir sebelum para Lepo mania sibuk dengan urusan skripsi masing-masing, maklum saja karena kami sedang bersiap-siap angkut ransel meninggalkan semester 6, yang berarti secara akademis sudah tidak ada lagi mata kuliah teori yang kami tempuh. Masing-masing dari kami tak lama lagi akan sibuk dengan urusan skripsi masing-masing. Tidak ada lagi nuansa berkumpul dalam ruang kuliah dengan 36 mahasiswa yang selama 3 tahun ini berkumpul dan belajar dibawah sorot lampu yang sama, menatap layar  proyektor yang sama, dan diajar oleh seorang dosen yang sama ditiap mata kuliahnya. Ah saya enggan meneruskan kalimat-kalimat kenangan ini karena pasti rasanya menyedihkan mengenang masa-masa indah bersama kawan-kawan yang tidak bisa diulang. Setelah ini, kami akan menulis skripsi sendiri, bimbingan dengan dosen sendiri, tetapi... moga-moga saat wisuda nanti tidak sendiri :D

       Menutup semester 6 ini, kami pun kembali melakukan perjalanan bersama-sama yang kali ini menjadikan kota-kota yang dijuluki dengan Negeri Ngapak sebagai tujuannya. Senin pagi itu, 16 orang anggota Lepo mania siap menaklukan Jogja-Purworejo-Kebumen-Banyumas-Purwokerto-Purbalingga. 

Cuuuussss mangkaaaattt....




        Dalam perjalanan, motor yang dikemudikan Yudi sempat  menyerempet motor seorang cewek, hasil olah TKP mencatat kejadian ini terjadi di daerah Kulonprogo sekitar satu jam setelah keberangkatan :p. Padahal, selama ini Yudi disebut-sebut sebagai driver yang dipercaya paling baik dan paling hati-hati dalam berkendara diantara drivers Lepo mania lainnya. Kali ini si Yudi khilaf, karena ngelamun mikirin masa depan barangkali. Untungnya si mbaknya gak kenapa2, ngomel sedikit ya wajar saja :p. Selebihnya, perjalanan Alhamdulillah lancar, terlewati dengan adegan salip-salipan menegangkan dengan kendaraan-kendaraan lain, dan sesekali berhenti di pom bensin untuk memberi minum si kuda dan buang air kecil penumpangnya seperti biasanya.

       Siang hari sekitar pukul 12 siang kami tiba di Purwokerto, makan di warung soto khas Purwokerto Soto H. L*so yang ternyata cukup terkenal disana. Terpampang foto-foto selebritis ibukota yang pernah makan ditempat tersebut, bahkan foto Pak Presiden SBY pun menjadi salah satu diantara jejeran foto-foto yang ditempel di dinding rumah makan tersebut, iii waaaaww...

Untuk informasi, harga 1 porsi soto 10.000 rupiah, dan satu gelas es teh 3000 rupiah. Namun sayang, bagi kami yang kala itu kelaparan, porsi itu sebetulnya tidak cukup banyak untuk mengisi perut kami, Jojo bahkan sampai memesan 2 mangkok. 

            Setelah selesai makan siang dan Sholat Zuhur, kami meneruskan perjalanan ke Baturraden. Baturaden terletak di sebelah selatan Gunung Slamet, memiliki udara sejuk khas daerah pegunungan dengan panorama alamnya yang cantik dan eksotis. Dari Baturaden, kita dapat melihat pemandangan Kota Purwokerto, Pulau Nusa Kambangan, juga beberapa pantai indah di daerah Cilacap. Niiih oleh-oleh foto dari Baturraden.. :D


Kumpul Lepo Mania

              Setelah puas bermain air, jepret sana jepret sini dan jepret mana-mana, kamipun memutuskan untuk turun kembali ke Purwokerto ke rumahnya Shofyan yang akan menjadi hotel sementara kami sampai esok hari. Pukul 3 sore hari motor-motor kami mulai menuruni kawasan pegunungan diiringi awan-awan hitam yang beberapa menit kemudian akhirnya berubah wujud menjadi rintik hujan, lama kelamaan kami harus memakai jas hujan dan hanya bisa mengendarai motor perlahan karena intensitas hujan yang cukup lebat mengganggu pandangan mata bagi para pengguna kendaraan bermotor.

           Setibanya di rumah Shofyan, kami disambut hangat oleh orang tua Shofyan dengan logat bahasa jawa ngapak khas daerah sana, membuat nuansa daerah Purwokerto semakin terasa. Ruang tamu rumah Shofyan yang pada mulanya sangat amat rapi itupun akhirnya berubah wujud menjadi semacam markas mahasiswa yang acak adul karena banyak orang didalamnya. Malam harinya kami diundang makan-makan oleh teman SMAnya Indy, kemudian nongkrong sebentar ke alun-alun kota purwokerto, lalu menutup acara jalan-jalan malam dengan menyalakan kembang api (yang jauh-jauh dibawa dari Jogja) di depan museum Diponegoro sesaat sebelum kembali kerumah Shofyan.
Daaaarrr Derrrrrr Dooooorrrr.... !

          Waktunya tidur, membayar lelah perjalanan panjang disiang hari tadi sekaligus menyiapkan tenaga untuk perjalanan yang tak kalah panjang diesok hari. Para wanita tidur di kamar, dan para lelaki tidur di ruang tengah.
Selamat malam semuanya, zzzzzzz... -____-

Purwokerto di Pagi hari.
            Selamat pagiiii.. pukul setengah 8 pagi kami berpamitan kepada orang tua Shofyan untuk melanjutkan perjalanan ke Purbalingga dan sekaligus pulang ke Jogja nantinya. Destinasi kami selanjutnya adalah Owabong, wahana air (waterboom) di Purbalingga. Dan beginilah aksi teman-teman saya, mahasiswa tingkat akhir semester 6 diantara anak-anak TK dan SD. -___-


Setelah zuhur, kendaraan kamipun akhirnya harus melaju kembali ke Jogjakarta.
Wazz wuuuzz waaazzz wuuzzz..
Nuansa salip-salipan dengan mobil, truk, dan bus dijalan seperti pada touring-toring biasanya pun kembali memacu adrenalin para driver-driver Lepo mania. Saya sendiri membonceng di belakang sibuk melemaskan urat-urat kepala yang tegang, sibuk memperingatkan driver didepan dengan kalimat hati-hati dan awas yang entah sudah berapa kali refleks dilontarkankan setiap kali posisi motor seakan sedang berada pada arena balap sirkuit ketika harus ada adegan saling menyalip dan disalip. Pyuuuuhh..
           Pukul 8 malam kami tiba di Jogjakarta, membawa oleh-oleh Gethuk Goreng Haji Tohirin yang kami beli di Sokaraja, dan membawa cerita touring perekat persahabatan yang tak terlupakan.

Terima kasih kawan ! Bukan, semoga ini bukan touring terakhir kita :D

Indonesia tanah air beta !
Itu dia cerita perjalanan yang pengen saya tulis, maaf kalimatnya rada rancu loncat sana-loncat siniiii, dah malem e, males ngedit keburu ngantuk.. hehe.

Pokoknya, Lepo mania I love you full, Indonesia I love you full ! Bye !

Jogja, 27 Juni 2013.

Sabtu, 15 Juni 2013

DINGIN

Dingin, semua orang akan rasakan itu jika berada di dataran tinggi seperti tempat kamu berpijak sekarang. Dingin, membuat tubuhmu bahkan bergetar karenanya.
Dingin, sesuatu yg entah seperti apa cara menjelaskannya, tak berwarna, tak bisa dilihat, tak berwujud, hanya bisa dirasa.
Dipeluk dingin bisa saja sebenarnya membuatmu merasa nyaman, tapi kamu terlalu tidak suka dengan kehadirannya, tidak nyaman merasakannya.
Kamu menggigil atas dingin yg menembus pori-pori kulitmu, ia menusuk tulang, menghujam terlalu dalam.
Kamu sudah rasakan dingin itu jauh-jauh hari sebelum hari ini sebenarnya, berada di tempat tinggi seperti saat ini dijadikanmu sebagai alasan, usahamu mencari kambing hitam.
Kemarin-kemarin kamu sudah rasakan, beku bahkan, entah bagaimana bisa.
Sudah sejauh ini, kamu tahu dinginmu tak akan hilang, ia telah lebih dulu menginjeksi seluruh ruang lahir dan batin kamu, menyapu setiap sudut tanpa sempat ruang itu kamu tutup.
Dan kamu, hampir tak lagi bisa rasakan gerak jemarimu, tidak pula bisa merasakan pijak telapak kakimu yg menyentuh tanah. Dingin yg terlalu dingin hampir membuat saraf perasamu seolah putus dalam perjalanannya saat sedang bertugas menyampaikan sebuah rasa untuk seharusnya diolah dan dijelaskan secara logis oleh otakmu.
Diam membuatmu semakin menggigil. Dinginmu terasa tanpa bisa didefinisikan seperti apa, dinginmu berkata-kata tanpa meminta, mengharuskan tanpa memaksa.
Bergeraklah katanya, itu saja.

Tawangmangu, 09 Mei 2013

Jumat, 10 Mei 2013

CARA MASING-MASING ORANG MENIKMATI PERJALANANNYA


Stasiun Lempuyangan, 8 Mei 2013

Perjalanan adalah suatu hal yang sebenarnya akrab dengan kehidupan manusia. Jauh atau pun dekat, ketika seseorang melakukan perpindahan dari suatu tempat ke tempat lainnya untuk suatu tujuan maka dapat dikatakan ia melakukan perjalanan. Dalam melakukan perjalanan, seringkali kita menggunakan sarana transportasi umum seperti bus, kereta api, kapal, atau pun pesawat. Namanya juga transportasi umum, tentu ada banyak orang didalamnya.  Masing-masing orang tentu punya caranya masing-masing untuk menikmati perjalanannya.  Setidaknya ini yg dialami oleh orang-orang disekitar saya.

Saya punya seorang teman yang mungkin terbilang unik dalam menikmati perjalanannya menggunakan transportasi umum, dia teman sekelas saya di kampus, namanya Arip. Arip adalah seorang  bis mania, dan baru kali ini saya bertemu dengan bis mania macam dia. Selain naik motor, rupanya Arip menyukai pula bepergian ke luar kota dengan naik bis, bukan sembarang bis yang mau ia tumpangi, ada bis tertentu yang menjadi andalannya saat ia bepergian. Nah yang unik dari seorang Arip adalah cara ia menikmati setiap perjalananannya dengan bis. Arip sering melakukan perjalanan ke arah timur pulau Jawa dengan menumpangi bis kesayangannya, dan sesampainya di terminal terakhir, dia hanya berhenti sebentar, kemudian kembali lagi ke terminal asal dengan bis. Sehingga, tidak lebih dari 24 jam, perjalanan jarak jauh lintas provinsi pun selesai ia lakukan. Wow!

Banyak orang yang bertanya-tanya, termasuk saya, “Ha? Sampe terminal Surabaya lalu kamu mau langsung kembali ke Jogja lagi Rip?” suatu pertanyaan yang dilontarkan kepadanya ketika ia  berencana akan mengisi aktivitas libur tanggal merahnya untuk naik bis ke Surabaya.  Pertanyaan selanjutnya adalah “Buat apa? Mau-maunya capek dijalan -_____-“ . Dengan santai Arip menjawab “Suka-suka saya dong”. Kebanyakan orang mungkin tidak akan semudah itu mengerti alasannya, diberi tahu pun belum tentu orang lain bisa merasakan apa yang si Arip rasakan dalam perjalanannya.

Karena penasaran, sayapun bertanya dan mencari jawaban Arip. Arip menyukai sensasi salip-salipan antar bis, itu menantang, dan itulah jawabannya. Untuk menuju daerah Jawa Timur, memang ada satu jalur yang biasanya dilalui oleh semua kendaraan darat selain kereta api, setiap kendaraan yang melewati jalan tersebut biasanya saling salip menyalip untuk segera sampai di tempat tujuan, termasuk bis langganan Arip yang kata kebanyakan orang memang cukup berpengalaman dalam hal yang semacam ini -____-. Nah hal seperti inilah yang disukai oleh seorang Arip, karena itu setiap naik bis ia selalu memilih waktu dimana bis sedang padat-padatnya merayap di jalan tersebut, disaat seperti itu adegan salip-salipan pun akan semakin seru dan menegangkan, begitu katanya. Dan dia akan memilih tempat duduk paling depan di dalam bis agar benar-benar merasakan sensasinya. “Lah kalo gak kebagian tempat duduk paling depan gimana Rip?” tanya saya. “Yo aku ora sido numpak” jawabnya. Karena bukan tempat tujuan, tapi sensasi perjalanannya yang ia cari.

Lain lagi dengan teman saya yang bernama Wiwi. “Jogja-Surabaya ming sak kedipan mata bagi Wiwi” begitulah kata beberapa teman dikelas. Ada benarnya juga sih, hehe. Menurut cerita dari teman yang pernah bepergian naik bis dengan Wiwi, Wiwi itu suka tidur kalo dijalan, tidur, tidur dan selalu tidur. Dan dia baru akan bangun kalau bis sudah sampai di tempat tujuan. Makanya, jarak antar kota sekian ratus kilometer yang dilalui bis tersebut serasa dilalui sekedip mata saja bagi Wiwi yang lebih banyak menghabiskan waktu perjalanannya dengan memejamkan mata. Barangkali dengan cara ini Wiwi mendapatkan kualitas tidur yang berbeda dari tidurnya di tempat biasanya. :D 

Ada juga yang mungkin lebih suka menghabiskan waktu dijalan dengan melakukan hobinya, misalnya membaca buku atau bahkan mungkin merajut. Salah satu orang yang mungkin menyukai cara ini adalah Mba Meimei, seorang backpacker cewek  yang sudah menjelajah ke banyak tempat, baik dalam maupun luar negeri. Saya belum pernah bepergian langsung dengan Mba Meimei, tapi setiap dia ke jogja dan mampir ke kos saya, biasanya saya melihat buku bacaan sebagai salah satu barang yang ia bawa, kadang juga pintalan benang bahan rajutan, jadi saya pikir mungkin Mba Meimei suka membaca buku atau melakukan hobinya tersebut selama di jalan, dan ternyata memang benar.

Ada lagi yang tidak bisa ‘anteng’ ketika dijalan, sebut saja Anggi teman saya sebagai contohnya. Anggi biasanya suka ngoceh kalau di jalan, kalau tidak ngoceh ya mungkin dia akan menjahili temannya, dari mukul-mukul kaki temennya, sampai ngeliatin temannya sampai temannya merasa aneh sendiri. Kalau teman-temannya pada tidur, paling dia main game di handphone, solitare adalah game yang direkrut secara paksa untuk menjadi teman setianya dalam membunuh kebosanan. :p

Sementara bagi saya sendiri, tidak ada cara yang lebih nyaman untuk menikmati perjalanan selain melihat pemandangan disisi kiri-kanan jalan sambil mendengarkan musik. Mendengar musik disaat-saat seperti ini rasanya seperti sedang menikmati video klip paling alami, dengan  kaca jendela yang menjadi layar adegan berjalan di kiri kanan jalan. Karena itu, headset menjadi daftar bawaan paling wajib saat bepergian yang tidak boleh ketinggalan bagi saya setelah dompet dan handphone.

Setiap orang memang memiliki cara sendiri-sendiri untuk menikmati perjalanan mereka.  Selama itu tidak mengganggu orang lain dan tidak melanggar ketentuannya sebagai penumpang, rasanya cara apapun sah-sah saja. Begitu pula dalam perjalanan hidup yang berawal dari terminal kelahiran dan berakhir dengan terminal kematian, setiap orang punya cara masing-masing untuk menikmati perjalanan hidupnya. Kadang cara kita kelihatan aneh bagi orang lain, atau mungkin cara orang lainlah yang terlalu tidak masuk akal bagi kita. Pada kenyataannya orang lain memang tidak mudah menerjemahkan keanehan tersebut menjadi suatu hal yang bisa dimengerti, karena sensasi hidup kita hanya kita sendiri yang merasakan, bukan orang lain. Sejauh itu tidak mengganggu orang lain dan tidak melanggar ketentuan sebagai penumpang di atas transportasi dari Tuhan yang bernama kehidupan, rasanya cara apapun sah-sah saja. :D


Diselesaikan di Kost 56, 10 Mei 2013

Kamis, 18 April 2013

Lepo Mania Goes to Semarang


Indonesia Tanah Air Beta !
                Hai ! Kali ini kaki kami menjejak Semarang !
UTS sebenarnya belum selesai, namun kepala ini rasanya sudah cenat-cenut butuh refresh sesegera mungkin, mungkin itu pulallah yang dirasakan oleh teman-teman senasib seperjuangan saya di kelas Pendidikan Fisika A UNY 2010. Jadilah, sabtu 13 April yang lalu, Lepo Mania, geng touringnya kelas A kembali menggelar perjalanan lintas kota yang kali ini menjadikan Semarang, ibukota Provinsi Jawa tengah sebagai tujuannya. Kali ini ada 14 orang  dengan 7 buah motor yang terlibat dalam touring.

Yuuuukkk berangkaaaattt !

                Seperti biasanya, garis start kami dimulai di Dekanat Selatan FMIPA UNY. Ketua seksi bersenang-senang kelas A 2010, saudara Arief pada malam harinya sudah menginsruksikan kepada para peserta untuk segera berkumpul di Dekanat Selatan pada pukul 6 pagi. Dan seperti biasanya pula, tradisi ngaret masih saja melekat pada kami sehingga... yah mau tidak mau keberangkatan pun dimulai pada pukul setengah 8 pagi. Hehe.
                Perjalanan sampai di Kota Semarang kami tempuh dalam waktu 3 jam. Seingat saya, kota Semarang yang 13 tahun lalu pernah saya lewati itu memiliki tekstur tanah berbukit-bukit, sehingga rumah-rumah disana kelihatan tertata bagus dengan ketinggian yang berbeda-beda jika dipandang dari jauh. Ternyata ingatan saya tidak salah, pusat pemerintahan provinsi Jawa Tengah ini memang adalah kota besar yang indah, datarannya memang tidak rata tapi bangunannya tetap tertata.  Kami menuju wilayah kampus Universitas Diponegoro, keliling-keliling dan jeprat-jepret di rektorat, hehe. Mungkin satpam yang disana mengira kami adalah rombongan anak SMA yang sedang mencari informasi mengenai penerimaan mahasiswa baru di Undip kali yaa.. maklum, masih ada tampang2 unyu2 kaya anak SMA. hehe. 
                Setelah makan siang dan sholat zuhur di Mesjid Diponegoro, kami pun melanjutkan perjalanan menuju tempat tujuan selanjutnya, yaitu Lawang Sewu.  Tau kan Lawang Sewu apaan? Lawang Sewu merupakan sebuah bangunan kuno peninggalan jaman belanda yang dibangun pada 1904. Semula gedung ini untuk kantor pusat perusahaan kereta api (trem) penjajah Belanda atau Nederlandsch Indishe Spoorweg Naatschappij (NIS). Gedung tiga lantai bergaya art deco (1850-1940) ini karya arsitek Belanda ternama, Prof Jacob F Klinkhamer dan BJ Queendag. Lawang Sewu terletak di sisi timur Tugu Muda Semarang, atau di sudut jalan Pandanaran dan jalan Pemuda. Disebut Lawang Sewu (Seribu Pintu), ini dikarenakan bangunan tersebut memiliki pintu yang sangat banyak. Kenyataannya, pintu yang ada tidak sampai seribu. Bangunan ini memiliki banyak jendela tinggi dan lebar, sehingga masyarakat sering menganggapnya sebagai pintu (wikipedia).
Megahnya Lawang Sewu

Lepo Mania !

Ruang bawah tanah Lawang Sewu

                Setelah puas bermain dan belajar sejarah di Lawang sewu, kami pun lanjut ke Simpang Lima. Ternyata eh ternyata, perjalanan menuju Simpang lima ini gak selancar jalan tol pemirsaaaaa, maceeeeet, nah disaat itulah motor si Epul ditilang sama the police yang lagi jaga di lokasi setempat, menurut kesaksian Pak Polisi, Motor epul yang kemudinya diambil alih oleh Heru tersebut terbukti menerobos lampu merah, nah itu anak berdua gak tau kalo disitu itu ada lampu merah dan terus aja jalan nurutin kendaraan yang didepannya. Untuk sekedar diketahui nih pemirsa, jalannya tu ya, maceeeett.. bisa dibayangin dong sebenernya jarak antar kendaraan disitu hampir gak ada jarak saking macetnya, mungkin sebenernya banyak banget juga yang nyelonong boy di lampu merah, tapi kebetulannya motor mereka itu posisinya dipinggir, jadi ya merekalah yang di tarik ke pos sama pak polisi.
                Tanpa bisa berbuat banyak, kami pun menunggu Epul dan Heru di Mesjid Baiturrahman sekalian sholat ashar. Mesjid besar tersebut berada di Wilayah Simpang Lima, nah kebetulan lagi di lapangan simpang lima ternyata ada OVJ Road Show to Semarang, ada Sule dan kawan-kawan. Bisa dibayangin, suasana simpang lima pada saat itu ramainya kayak gimana. Setelah urusan Epul Heru and the police selesai, kamipun memutuskan untuk sekalian nonton Opera Van Java. Dengan jurus terobos sana terobos sini, kami pun berhasil masuk ke tengah lapangan di depan pangggung dan duduk dengan sangat manis disana, sembari melihat aksi Sule dan kawan-kawan secara live didepan mata, dengan status sok menjadi warga Semarang tentunya, hehe. 

Nonton Overa Van Java

                Pukul lima sore hari, pertunjukan pun selesai, kamipun kembali berkumpul di parkiran dan siap-siap untuk pulang kembali ke kota Jogja.  Nah dalam perjalanan pulang ini, adaaa aja yang bikin jalan kita tergalau-galau. Si Indi sama Heru sempet kepisah dan bikin jalur sendiri -____-, yang parahnya lagi, si Wiwi Kiki pake nyasar saat kita asik-asiknya ngelewatin By Pass yang kali ini jalannya selancar jalan tol, kita belok kiri eh mereka lurus, jadinya ketinggalan nun jauh di belakang sana pemirsaaaa, akibatnyaaaa.. kita semua harus stop di tengah2 jalan by pass yang sepi dan gelap itu sambil menunggu dan mengarahkan wiwi kiki agar kembali ke jalan yang benar. Gak bisa diarahkan, akhirnya ketua seksi bersenang-senang pun turun tangan kembali menjemput mereka yang ketinggalan nun jauh disana.
                Perjalanan dilanjutkan setibanya wiwi dan kiki setengah jam kemudian, waktu sudah menunjukkan sekitar jam setengah 9 malam. Setelah keluar jalan by pass, kami melalui jalan antar kota yang ramai, bahkan sempet macet. Naik motor malam-malam dengan dibonceng dibelakang seperti ini rasanya ngantuknyaaa gak ketulungan, pengen tidur rasanya. Sementara di sisi jalan yang lain, si Mala sudah terlihat jelas terantuk-antuk diboncengan akibat ngantuk yang gak tertahankan, begitu pula si Cucu.
                Perpal (istirahat) lagi, kami menghentikan motor kami di salah satu tempat makan di Magelang, ngobrol ngalor ngidul ngusir ngantuk, beli oleh-oleh dari Magelang (padahal tujuan touringnya ke semarang, kok belinya di magelang? -___-), kemudian melanjutkan perjalanan yang masih cukup panjang untuk sampai di kota Jogja. Lucunya, semuanya pada pake jas hujan kecuali saya, mereka bilang biar anget, plus jaga-jaga kalau hujan tiba-tiba turun. Cuma saya sendiri saja yang tidak pake mantel, selain karena mantel saya ketinggalan, saya pun tidak melihat ada tanda-tanda hujan, jadi ya sudah saya merasa aman saja. Ternyata memang tidak ada hujan, cuma gerimis doang, itu pun baru mulai turun pas kita udah sampai di daerah Jogja, amaaan. Alhamdulillah, pukul  11 malam kami pun tiba kembali di Jogja dengan selamat.
                Indonesia tanah air beta !
                Sama seperti touring-touring sebelumnya, touring kali inipun rasanya menyenangkan sekali ! Senang sekali rasanya punya teman-teman yang sehobi dalam hal seperti ini, berpetualang bersama mengeksplor keindahan nusantara, yah walaupun baru sebagian kecil wilayah nusantara yang bisa kami jamah, tapi semoga ini bisa menjadi salah satu cara sederhana kami untuk menunjukkan bahwa kami mencintai Indonesia, Indonesia tanah air kita. 

Jogja, 18 April 2013

Kamis, 14 Maret 2013

Physicfighter10 goes to Dieng !

Indonesia tanah air beta !
Halo semuanyaaaa.. di tengah-tengah keroyokan tugas kuliah di semester 6 yang menyibukkan ini  entah kenapa rasanya tiba-tiba saya ingin menulis, mungkin sebagai pelarian, atau hiburan juga barangkali. Karena saya hanya sedang ingin menulis, maka saya akan menulis apa saja yang bisa ditulis. Menulis apa yaaaaa.... #berpikir
Hmmmm... rasanya sudah cukup lama juga saya vakum dari dunia keblogspotan dengan tulisan yang bergenre jalan-jalan.  Jadi kali ini mungkin saya akan menulis tentang perjalanan saya bersama teman-teman Lepo Mania ke Dieng beberapa waktu yang lalu. Jalan-jalan men !
Pada kenal gak sih sama yang namanya Lepo Mania? Lepo mania itu isinya adalah anak-anak Physicfighter10 yang suka jalan-jalan ngalor ngidul kemana-mana. Lha Physicfighter 10 itu apa? Physicfighter 10 adalah komunitas yang berisi kumpulan mahasiswa yang  sejak tahun 2010 dipersatukan pada jurusan kuliah yang sama di FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta, yaitu jurusan pendidikan Fisika. Tidak perduli perkara masuk jurusan fisika itu adalah karena nyasar, salah klik waktu mendaftar online SNMPTN,  salah jurusan, unsur keterpaksaan, keinginan luhur dari hati,  atau apalah yang  lainnya, yang jelas selama ini Physicfigter10 menuntut ilmu dibawah atap yang sama untuk bersama-sama mempersiapkan diri menjadi pendidik bangsa Indonesia di masa depan. #tsaaaaahhh.. haha
Terlahir sebagai cicit-cicit yang hampir setiap harinya harus dipusingkan dengan warisan rumus-rumus besar karya mbah Albert Einstein dan kawan-kawan,  mungkin menjadi salah satu faktor yang membuat anak-anak di komunitas ini senang sekali mencari hiburan atau refreshing untuk sejenak melepaskan diri dari yang namanya matfis, kuantum dan lain-lain sejenisnya, salah satu bentuknya adalah melalui jalan-jalan. Karena itulah, setiap kali ada kesempatan, para Lepo mania ini sering sekali mengadakan acara mengukur jalan dengan naik motor ke berbagai wilayah di sekitar Yogyakarta, diantaranya Temanggung, Gunung Kidul, Tawangmangu, Magetan, Kebumen, Kulonprogo, Purworejo, dan yang terakhir ini adalah ke Dieng. Konsep yang diusung selama perjalanan ini adalah Touring, jadi ya kemana-mananya naik motor saja, kalau bensinnya habis ya ngisi sama-sama, kalo ban motornya ada yang gembos ya cari tukang tambal sama-sama, kalo ada yang nyasar ditengah-tengah perjalanan ya yang nyasar harus kreatif menemukan jalan untuk kembali ke rombongan dan yang lainnya harus mengarahkan agar yang nyasar bisa segera kembali kejalan yang benar, kalo pada gak tau jalan semuanya ya harus cari jalan sama-sama. Faktanya, touring-touring jauh yang selama ini kami lakukan justru  ternyata seringkali tidak seorangpun dari kami tahu arah tepatnyanya, jadi ya hanya mengandalkan papan petunjuk jalan saja. Berikut ini adalah foto touring kami di beberapa tempat.
 
 







Nah untuk yang kali ini saya akan menceritakan touring ke Diengnya saja, yang lainnya biar foto saja yang menceritakan, heheheee. Pergi ke Dieng adalah salah satu kalimat yang tertera dalam list Things to do before I die yang saya punya, tempat ini sudah cukup lama menawan hati saya, Alhamdulillah sudah terlaksana, meskipun dalam list itu sebenarnya saya menuliskan pergi ke Dieng pada bulan Juli 2012, baru bisa terlaksana di bulan januari 2013 yang lalu, hehe. ya tidak apa-apa, yang penting sudah kesampaian :p
Garis start kami dimulai dari Dekanat selatan FMIPA UNY di pagi hari selasa 15 Januari 2013. Ada 15 anak yang akan ikut touring kali ini. Perjalanan pun dimulai ! Rencananya, kami akan menginap di rumah Deni, di daerah Kaliwiro Wonosobo, baru besok paginya berangkat ke Dieng. Sebelum sampai di rumah Deni kami mampir dulu ke rumah Heru di Kulonprogo dan rumah Jojo di Purworejo, kebetulan Jojo sedang mengadakan acara syukuran pelengserannya sebagai ketua Hima (Lho kok disukurke ? hehe :p ) pokokmen dalam rangka mengakhiri masa jabatannya di Hima mungkin.  Siang harinya kami langsung cuuus melanjutkan perjalanan ke rumahnya Deni, lewat waduk wadas lintang, teruuuuus aja ngikutin jalan yang berkelok-kelok dan bikin pusing, ditambah hujan yang sekali sekali menghadang kami di tengah jalan. Lucunya, mbak Deni sang pemilik rumah justru tidak bersama kami, karena tadi paginya masih ada keperluan di jogja, diapun memutuskan untuk menyusul dan tidak berangkat ke rumahnya bersama kami. Jadi, mau tidak mau kami harus mencari-cari sendiri dimana rumahnya.
Sore harinya kami tiba di rumah Deni, keluarganya menyambut kami dengan sangat hangat. Hehe, padahal kami sudah bikin ricuh banget, bayangin aja men 15 orang tumplek blek disitu. Sore berganti malam dan malampun berganti pagi. Perjalanan pun dilanjutkan ! Dieeeeenggg... can’t wait to see you.... !
Dieng masih sekitar 3 jam dari rumah Deni, motor kami pun melaju menuju kota Wonosobo, dan terus menuju ke daerah pegunungan, sampailah kami memasuki kawasan lembah Dieng. Subhanallaaahh.. indahnyaaaa... rasanya seperti berada di negeri indah di atas awan, motor kami terus melaju perlahan di jalan yang berkelok-kelok dan mendaki, dengan pemandangan hijau yang menyejukkan di kiri kanan jalan, disambut indahnya persawahan, perkebunan carica, wortel, kubis, dan lain-lain. Saat itu sedang gerimis, jadi kami harus ekstra hati-hati dan tetap konsentrasi dalam mengemudikan kendaraan, karena selain licin, banyak jurang juga di sisi kiri dan kanan jalan.
Sampailah kami di Kawah Sikidang. Kawah Sikidang adalah sebuah Kawah yang airnya selalu mendidih dan menyemburkan gas yang beraroma  belerang. Disebut Sikidang karena semburannya selalu berpindah-pindah tempat, seolah melompat-lompat seperti Kijang yang sedang berlari. Kawah Sikidang tidak berada di puncak gunung, melainkan di daratan yang menyerupai sebuah sumur, sehingga wisatawan dapat menyaksikan aktifitas kawah ini dari jarak yang cukup dekat,bahkan sampai di bibir kawah. Karena kawah ini menyemburkan gas yang beraroma belerang, otomatis tempat ini penuh dengan aroma belerang, dan kata orang-orang, di tempat ini wisatawan dilarang mengucapkan kata “bau”, Ooopps keceplosan ya.. :p




 Setelah itu, kami ke Telaga Warna yang jaraknya tidak begitu jauh dari Kawah Sikidang, jarak antar tempat wisata di tempat ini memang bisa dikatakan saling berdekatan. Telaga warna adalah sebuah telaga yang sering memunculkan nuansa warna merah, hijau, biru, putih, dan lembayung, namun warna-warna tersebut akan lebih jelas terlihat jika kita melihatnya dari tempat yang lebih tinggi, waktu itu kami tidak sempat naik ke tempat tinggi tersebut, jadi kami menikmati keindahannya dari sisi telaga saja. Selain telaga warna, disana juga ada goa semar, goa jaran, dan goa apa lagi yaa.. saya lupa.. 


Nah setelah itu, Lepo mania ini melaju lagi ke Candi Gatotkaca. Melihat Candi dengan background lembah dan pegunungan yang serba hijau seperti ini rasanya sesuatu banget deh pokoknya, Tuhan memang hebat sekali melukis alam ini..



Pukul 12 siang harinya kami memutuskan untuk pulang, supaya tidak kemalaman sesampainya nanti di Jogja. Sebelum benar-benar meninggalkan Wonosobo, kami mampir dulu ke toko oleh-oleh untuk membeli manisan Carica dan makan mie ongklok, makanan khas dari Dieng, hmmmm... nyammiii...
Rute perjalanan pulang yang kami tempuh tidak sama seperti rute perjalanan yang kami lewati kemarin, kali ini kami melewati rute yang lebih pendek untuk sampai ke Jogja. Hujan rupa-rupanya masih setia menemani perjalanan pulang kami, tapi tidak mengapa, kehujanan bersama kawan-kawan dengan suasana kebersamaan seperti ini rasanya malah lebih hangat. Kami tiba di Purworejo di rumah Ryan pada pukul 5, pukul 7 nya kami kembali melewati Kulonprogo dan sampailah kami kembali di kota Jogja sekitar jam setengah 9 malam. Alhamdulillaaah..
Indonesia tanah air beta !
Nah begitulah cerita saya kali ini, barangkali juga bisa dianggap sebagai ajang ngiming-ngimingi buat temen2  yang belum pernah ke Dieng supaya segera pergi ke Dieng, hihiii.. kesana deh, nikmatin indahnya Indonesia, indahnya ciptaan Tuhan, dijamin gak bakalan nyesel. What a beautiful place !

Jogja, 15 Maret 2013