Laman


Sabtu, 31 Oktober 2015

Talking About Marriage

Tadi pagi, di sela-sela sarapan sebelum berangkat ke kantor, tidak sengaja tangan saya yang sedang memegang remote control menemukan channel salah satu tv swasta yang pada saat itu menayangkan sebuah acara dakwah islam. Biasanya setiap pagi sambil bersiap-siap pergi ke kantor, saya lebih memilih untuk menonton berita seputar indonesia atau gosip selebritis supaya tidak ketinggalan info mengenai apa-apa saja yang sedang menjadi perbincangan hangat masyarakat pada saat itu. Atau kalau sedang tidak ingin mendengarkan masalah-masalah di negeri yang memang sudah banyak masalah, saya lebih memilih mendengarkan musik kencang-kencang sambil bersiap-siap pergi ke kantor. Bagaimanapun musik bagi saya bisa jadi sejenis alat pemicu diproduksinya hormon-hormon peledak semangat untuk memulai hari.
Owkay, kembali ke laptop. Nah, apa yang terjadi pagi ini adalah saya mendengarkan acara dakwah, yang kebetulan pagi itu membicarakan tentang pernikahan, tepatnya bagaimana perilaku seorang istri kepada suaminya dan sebaliknya. Lantas kenapa pagi itu saya yang masih berstatus single ini merasa tertarik mendengarkan hal tersebut? Haha, Itu semacam gerak refleks dari saraf tak sadar :p

Well, mari kita merunut satu persatu. Pertama, orang bilang, adalah hal yang wajar apabila seseorang seusia saya, apa lagi sudah bekerja, untuk memikirkan tentang sebuah pernikahan. Saya sendiri, yang konon katanya sangat sangat sangat mencintai kebebasan pun menyadari urgensi akan hal tersebut.

Yang kedua. seringkali saya bertanya-tanya, am I really should be a wife someday? Do I really have to have my own family someday?

Well, sebenarnya "pernikahan" cukup sering menjadi topik utama dalam perbincangan di lingkungan sekitar saya, pernikahan yang dipahami sebagai suatu hal yang sewajarnya terjadi antara dua orang atas dasar kata sudah waktunya, atas dasar seyogyanya, atas dasar kalimat tanya "nunggu apa lagi?" atas dasar keinginan pihak keluarga, juga atas dasar aku dan dia yang merasa nyaman jika bisa terus bersama. Tapi jauh dalam simpul logika saya, muncul pertanyaan, bisakah saya membicarakan pernikahan bukan karena itu semua, melainkan karena saya sudah siap dengan segala kehidupan yang akan saya jalani setelahnya. However, marriage bukanlah sebuah finish line dari pertemuan cinderella dan pangeran yang akhirnya hidup bahagia selamanya seperti pada cerita dongeng klasik. And marriage is not only about love nor having sex in the every middle of the night, right? Dari sudut pandang orang yang belum menikah (red: saya), sepertinya marriage tidak cukup hanya dengan pemahaman sesimpel itu. Saya percaya bahwa marriage adalah garis start untuk memulai perjuangan mencapai kebahagiaan, dan kebahagiaan tentunya tidaklah dicapai dengan cara yang mudah, you need to struggle. Jadi jika ada pertanyaan, bisakah saya membicarakan pernikahan karena saya sudah siap dengan segala bentuk perjuangan lebih keras yang harus saya lalui setelahnya? saya sendiri sebenarnya tidak tahu kapan saya akan menjawab bisa.

Namun hal yang ajaib dari sebuah keputusan untuk menikah adalah... when someone propose to marry you, you will probably say yes eventhough you think you're not yet ready for that.  Ah barangkali suatu hari nanti saya pun akan mengambil keputusan untuk menikah karena hal ajaib itu, dan jawaban yes itu terucap begitu saja, saat saya masih tidak sadar bahwa saya sebenarnya sudah siap. :p



Tulisan ini mulai ditulis bulan september-mati suri-diselesaikan malam ini.

00:18 AM
Tanjung, 31 Oktober 2015 

Kamis, 17 September 2015

Hello ! It's a very late post :p

Woow, it has been so looooongggg for me not to write here.. banyak sekali cerita yang sudah lewat yang belum sempat saya tuliskankan di blog ini. Hmmmm.... sebelum melakukan ritual mengoret-oret, saya cuma mau bilang bahwa... takdir itu nyata gaes, dan perubahan itu pasti.

Anyway, saya sudah resmi pindah dari kota Jogja dan kembali ke kota kelahiran saya semenjak 3 bulan yang lalu. How does it feel ? It seems like I could never imagine n believe that I finally did it, leaving that beloved city that gives me so much beautifull memories, the city where the good and the bad things happen and make me be who I am. Saya selalu menginginkan bisa berada di kota itu termasuk segala kehidupan saya didalamnya.. Tetapi Tuhan membujuk saya meninggalkan kota itu dengan cara manisnya yang tidak pernah saya duga. My job, my family, and you… semua itu tiba-tiba mampu menjadi tiket kepulangan saya pada akhirnya.

Dua bulan terakhir sebelum saya meninggalkan jogja, saya menyediakan waktu untuk melakukan apa apa saja yang selama ini ingin saya lakukan disana. Bertemu dengan teman-teman kampus, kembali berkeliling kampus dan menemui dosen pembimbing kolokium seolah masih tercatat sebagai mahasiswa disana… bertemu mbak Meimei dan Mbak Yuyut rekan yang sama-sama hobby travelling… menonton konser live Sheila On 7 sebagai warga Jogja bersama Mala dan Mas Erik… menikmati live accoustic performance di cafĂ© sambil menantang masa lalu, menyeruput kopi pahit, mendatangi beberapa tempat di jogja yang selama ini belum pernah didatangi… bernyanyi dan bermain gitar bersama teman-teman sambil menikmati malam…  makan, belanja, bermain bersama pedro, menonton TV, antri mandi, antri nyuci baju, cerita-cerita dan ketawa ketiwi dengan anak2 kost 56 (nisa, chua, nces, mba fit, mba dewi, mb dini), bener-bener saya sulit untuk bisa segila itu lagi selain dgn mereka, menjadi wanita mandiri dan memasak untuk brunch (breakfast sekaligus lunch) sendiri… pyjamas party di kamar bersama eva, wiwi, dan mala… Meet someone that officially end up the story with me, and then meet the special one that officially begin up the story with me. That’s amazing.

Saya pada akhirnya resmi menutup satu bagian dari cerita saya, resmi berhenti menunggu, resmi berhenti berharap pada hal yang terlalu muluk. Di waktu yang tepat, saya resmi memulai bagian lain dari cerita saya, resmi memiliki harapan yang baru. Apapun alasan yang membuat ia datang di dua hari yang singkat itu, sekalipun itu tidak ada hubungannya dengan saya, bagi saya… kedatangannya adalah cara Tuhan membujuk saya untuk kembali pulang.

Well, let me tell you about this one. He is Mr. Adhikusuma, my best friend, my travelling partner, my story teller, my wikipedia, and the one I plan to share my life with. He is just like me, lack at so many things, not perfect, selfish, mistaken, hard to handle, get lost. But trust me, he is nice and special in every way.  

Ada yang menarik tentang saya, dia, dan Jogja. Menahun kami sama-sama pernah merasakan tinggal di Jogja, namun tidak di tahun yang sama. Karena bukan di tahun-tahun yang sama, maka harusnya tak perlu kota Jogja yang menjadi tempat pertemuan penting dalam sejarah kami. Tapi nyatanya disanalah pertemuan penting itu terjadi, di kota yang selalu kami perdebatkan dan berakhir dengan kesimpulan bahwa cara kami memandang kota Jogja memang tidak akan pernah sama. Dengan berbagai alasan paling masuk akal, saya katakan padanya bahwa ada banyak sekali point yang memang selayaknya bisa membuat siapa saja termasuk saya untuk menyukai kota itu hingga membuat siapapun selalu ingin kembali. Dan dengan rentetan alasan yang tak kalah logis pula ia selalu mampu menarik kesimpulan yang 180 derajat berbeda dengan apa yang saya simpulkan. He doesn't like that city. But that’s okay, tidak harus sama bukan? Sebuah cerita yang diawali dengan adanya toleransi dalam perbedaan, siapa tahu justru akan menjadi nilai lebih sehingga kami bisa terus berjalan beriringan.

Oiya, rutinitas sehari hari saya sekarang adalah pergi ke kantor. Kantor? Xixixi… Yup, mantan gadis kecil ini sudah tidak lagi disibukkan dengan rutinitas bolak balik ruang perkuliahan, perpustakaan, laboratorium,  atau student center di lingkungan kampus. Tidak pula dengan rutinitas menjelajah dunia maya dari jobstreet.com, careerbuilder.com, freelancer.com blablabla, mendatangi event2 job fair dan pulang ke kos dengan berbagai jenis selebaran info  lowongan pekerjaan, mengetuk pintu perusahaan satu ke perusahaan lainnya untuk menyerahkan berkas lamaran, dll.  That’s all I did when I’ve officially became an unemployment  after graduation day a year ago. Sekarang saya sudah resmi bekerja di  instansi pemerintahan di daerah saya pada posisi yang membuat saya sepantasnya mengucap Alhamdulillah. So far I feel good on my job, I'm going to be a planner in the goverment someday.

Harus saya akui, sebenarnya saya tidak tahu banyak tentang dunia pekerjaan tempat saya berada. Dunia pemerintahan, perencanaan pembangunan, prioritas penganggaran, kebijakan politik, hukum, peraturan daerah, dan banyak hal lainnya yang kini ada dilingkungan kerja saya sehari-hari, tidaklah sama dengan seputar dunia pendidikan fisika yang berisi rumus, sejarah para ilmuwan, eksperimen, termasuk metode pengajarannya yang selama ini saya pelajari. Jauh man... Yang parahnya lagi, kadang saya masih asing dengan beberapa istilah dalam dunia pemerintahan yang terselip dalam percakapan sehari-hari para atasan saya di kantor. Saya kemudian harus bertanya, atau kalau tidak, saya lebih memilih untuk mencari arti dari istilah istilah tersebut di gadget dan membiarkan mbah gugel panjang lebar menjelaskannya. Ironis, kalau sudah begini, gadget bahkan terlihat lebih pintar daripada pemiliknya. Karena takdir Tuhan sudah menetapkan pekerjaan saya disini, itu artinya ya memang saya harus disini dan menjadikan dunia ini sebagai bagian dari saya, from now on and forever. Butuh waktu, ya jelas. Tapi jangan khawatir, Everybodys learning. Ya, setiap orang memang tertakdir untuk belajar dan belajar dalam hidupnya, jadi tetap jalani saja sambil belajar tong, nanti juga terbiasa, nanti juga bisa jadi expert. Begitu pesan yang biasa saya dengar. Okaaay, semangaatt !

Hmmm.. Meski sudah bekerja, tidak saya pungkiri, tingkah saya kadang masih kekanakan. Seseorang bahkan masih seringkali mengingatkan bahwa saya bukan lagi seorang mahasiswa, apalagi ABG labil. Okay, trust me I’m going to be a woman, not just a girl anymore. Xoxoxoxo.

Okay, saya rasa tulisan ini harus diakhiri  dulu sampai disini. At least ini cukuplah untuk membayar hutang postingan saya setelah lebih dari setengah tahun vacuum dari dunia posting2an sebelum blog ini menjadi tua dan berkarat. Next time saya akan menulis lagi. Have a nice day !

"Hidup ini cair. Semesta ini Bergerak. Realitas berubah." -Dee

Tanjung, Juni 2015